Jenis Makanan untuk Zakat

SQ Blog - Ketentuan jenis makanan untuk zakat. Apakah semua jenis makanan bisa dijadikan untuk zakat? Silahkan simak uraiannya berikut ini.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

حديث أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه، قَالَ: كُنَّا نُعْطِيَهَا، فِي زَمَانِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، صَاعًا مِنْ طَعَامٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ فَلَمَّا جَاءَ مُعَاوِيَةُ وَجَاءَتِ السَّمْرَاءُ، قَالَ: أَرَى مُدًّا مِنْ هذَا يَعْدِلُ مُدَّيْنِ. (رواه البخاري) 

Artinya: “Abu Sa’id al-Khudriy r.a berkata: ‘Pada zaman Nabi Saw kami memberi makan (mengeluarkan zakat fitri) satu sha’ dari makanan, satu sha’ dari kurma, satu sha’ dari gandum dan satu sha’ dari kismis (anggur kering). Ketika Mu’awiyah datang dan juga telah tersebar gandum Syam, ia berkata: Aku lihat samraa’ menyamai dua mud”.[5]

Ungkapan (صَاعًا مِنْ طَعَامٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ), konteksnya menunjukkan adanya perbedaan antara makanan dan kurma serta apa yang disebutkan sesudahnya. Al-Khattabi dan lainnya berkata, “maksud kata (طَعَامٍ) adalah hinthah (gandum) ketika disebutkan secara mutlak tanpa dikaitkan dengan sesuatu.


Jika dikatakan pergilah ke pasar makanan, maka yang dipahami adalah pergilah ke pasar gandum. Namun argumentasi ini ditanggapi oleh Ibnu Al-Munayyar, ia berkata: “sebagian ulama mazhab kami mengira bahwa lafazh (صَاعًا مِنْ طَعَامٍ) menjadi dalil bagi mereka yang berpendapat satu sha’ hinthah (gandum), padahal ini adalah kesalahan yang mereka lakukan.[6] Hal ini dapat dipahami dari hadis berikut: 

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ لَمْ تَكُنِ الصَّدَقَةُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلاَّ التَّمْرُ وَالزَّبِيبُ وَالشَّعِيرُ، وَلَمْ تَكُنِ الْحِنْطَةُ. (رواه ابن خزيمة) 

Artinya: “Dari Ibnu Umar, ia berkata: tidak ada yang dikeluarkan sebagai zakat fitrah pada masa Rasululllah Saw kecuali kurma, anggur kering dan syair.[7]

Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan melalaui jalur Iyadh, dari Abu Sa’id al-Khudry: 

كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ ثَلاَثَةِ أَصْنَافٍ الأَقِطِ وَالتَّمْرِ وَالشَّعِيرِ. (رواه مسلم) 

Artinya: “Kami mengelurkan zakat fitrah dari tiga macam, satu sha’ kurma, satu sha’ susu beku dan satu sha’ syair”.[8] (H.R. Muslim) 

Kedua hadis di ini menunjukkan bahwa maksud (طَعَامٍ) pada hadis di atas adalah selain hinthah (gandum). Maka, ada kemungkinan bahwa yang di maksud adalah jagung karena jagung merupakan makanan yang cukup dikenal oleh penduduk Hijaz serta termasuk makanan pokok di antara mereka.

Ibnu Mundzir berkata, kami tidak mengenal riwayat akurat mengenai gandum yang dinukil dari Nabi Saw yang dapat dijadikan pegangan. Pada saat itu, di Madinah belum ada gandum (hinthah) kecuali sedikit. Ketika bahan makanan ini melimpah pada masa sahabat, maka mereka berpandangan bahwa setengah sha’ gandum sama dengan satu sha’ syair (salah satu jenis gandum).[9]

Jenis makanan yang disebutkan dalam hadis di atas menunjukkan beragamnya bentuk zakat yang disesuaikan dengan makanan pokok tiap-tiap daerah. Dalam Al-Umm, Imam Syafi’i menyebut istilah makanan pokok dengan qut, yaitu makanan harian yang mengeyangkan. Apabila seseorang berqut dengan biji-bijian seperti, syair, gandum, zabib, dan tamr, maka saya lebih menyukai supaya dibayarkan dengan gandum. Sebaliknya, jika orang itu berqut dengan gandum, lalu ia bermaksud mengeluarkan zabib, tamr atau syair maka hukumnya makruh.[10] 

Disebutkan juga dalam al-Ikhtiyarat, zakat fitrah boleh ditunaikan dengan jenis makanan pokok negeri masing-masing, seperti beras dan sebagainya. Hal ini bisa dianggap sebagai kiasan terhadap jenis-jenis makanan yang disebutkan dalam hadis di atas dan merupakan pendapat mayoritas ulama.[11]

Apabila dicermati, bahan-bahan makanan yang disebutkan dalam hadis ini meskipun nilainya berbeda, namun ukuran zakat yang dikeluarkannya adalah sama. Maka seakan-akan yang dimaksud adalah mengeluarkan jumlah tersebut dari bahan makanan jenis apapun tidak ada perbedaan anatar gandum jenis hinthah dan bahan makanan lainnya. Sedangkan para ulama yang mengatakan setengan sha’ hinthah sama dengan stu sha’ sya’ir ditetapkan berdasarkan ijtihad atas pertimbangan harga hintah yang relatif mahal dibandingkan jenis makanan lainnya. 

Ketetapan harga dalam hal ini berkonsekuensi seiring waktu dan tempat sehingga ukurannya berbeda-beda dan tidak pasti. Ibnu Abbas ketika menjabat sebagai khalifah Basrah, ia memerintahkan agar mereka mengeluarkan zakat fitrah seraya menjelaskan bahwa zakat tersebut berupa satu sha’ kurma,… atau setengah sha’ gandum. Demikain juga ketika Ali menjabat sebagai khalifah dan menetapkan kebijakan menurunkan harga, maka Ibnu Abbas berkata: keluarkanlah zakat satu sha’ dari setiap bahan makanan.[12] Keterangan ini menunjukkan bahwa Ibnu Abbas menetapkan kadar jenis makanan untuk zakat berdasarkan harga. 

Kata (فَلَمَّا جَاءَ مُعَاوِيَةُ) ketika Muawiyah datang, Imam Muslim memberi tambahan dalam riwayatnya, (فَلَمْ نَزَلْ نُخْرِجُهُ حَتَّى قَدِمَ عَلَيْنَا مُعَاوِيَةُ حَاجًّا أَوْ مُعْتَمِرًا), kami senantiasa mengeluarkan zakat demikian hingga Muawiyah datang menunnaikan haji dan umrah lalu di berkhutbah. Ibnu Khuzaimah menambahkan, dan ketika itu sebagai khalifah. Muawiyah berkata (أَرَى مُدًّا مِنْ هذَا يَعْدِلُ مُدَّيْنِ), semua jenis makanan yang disebutkan di atas, jagung, tamr, syair (jenis gandum) dan anggur kering pada zaman nabi zakatnya dikeluarkan sebesar satu sha’.

Ketika ada gandum coklat dari negeri Syam sampai ke Madinah pada masa Muawiyah dan gandum tersebut samapi ke Madinah pada tahun hajinya, ia berkata: “Aku melihat bahwa satu mud gandum coklat sama dengan dua mud dari gandum jenis lainnya”. Hal ini disebabkan kualitasnya yang bagus dan manfaatnya.[13]

Sebelum mengakhiri penjelasan hadis di atas, perlu diketahui bahwa satu sha’ sama dengan empat mud. Satu mud setara dengan 675 Gram. Jadi satu Sha’ sama dengan 2700 gr (2,7 kg). Demikian menurut madzhab Maliki. Sedangkan menurut al-Rafi’i dan madzhab Syafi’i, sama dengan 693 1/3 dirham. Jika dikonversi ke dalam satuan gram, sama dengan 2751 gram (2,75 kg).

Dari kalangan Hanbali berpendapat, satu sha’ juga sama dengan 2751 gram (2,75 kg). Adapun Imam Hanafi ukuran satu sha menurut madzhab ini lebih tinggi dari pendapat para ulama yang lain, yakni 3,8 kg. [14] Di Indonesia, berat satu sha’ dibakukan menjadi 2,5 kg. dalam ukuran liter, 1 sha’ setara dengan 2,5 liter atau ada juga yang menggenapkannya menjadi 3 liter. Jumlah ini tidak terlepas dengan kondisi dan harga barang yang bersangkutan.

Uraian hadis di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 
  1. Jumlah makanan pokok untuk zakat adalah satu sha’ dari setiap jenis makanan. Adapun jika terdapat berbedaan harga atau kualitas makanan, maka jumlahnya berbeda pula tetapi hakikatnya ukurannya adalah sama. Contoh, pada zaman Ali, setengah sha’ Hinthah setara dengan 1 sha’ sya’ir karena harga hinthah ketika itu mahal;
  2. Hinthah menjadi zakat pada zaman sahabat;
  3. Jenis dan Jumlah zakat yang dikeluarkan tergantung dengan daerah/negeri masing-masing;
  4. Penetapan hinthah sebagai zakat telah disepakati beberapa sahabat senior sebelumnya ketika Muawiyah menyamakan 1 mud hinthah setara dengan 2 mud gandum jenis lainnya.
ENDNOTE


[1] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ wa al-Marjan terj. Ahmad Fadhil (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011), cet. I, hal 287-288, [Bukhari, Kitab Zakat, No. 1508]
[2] Ibnu Hajar,  Fathu Ba’ri terj. Amiruddin (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), cet. III, jilid 8, hal. 347-348
[3] Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah (Beirut: Maktabah al-Islamiyyah, 1970), juz. IV, No. 2406, hal. 85
[4] Muslim, Shahih Muslim (Beirut: Darr al-Ji’ll, tt), juz III, No. 2333, hal. 69
[5] Ibnu Hajar,  Fathu Ba’ri terj. Amiruddin (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), cet. III, jilid 8, hal. 350
[6] Al-Syafi’i, Al-Umm (Kuala Lumpur: Victory Agencie, 1989, cet. I, hal 405)
[7] Faishal bin Abdul Aziz, Nailu Authar terj. Amir H.F. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), cet. I, hal. 335
[8] Ibnu Hajar,  Fathu Ba’ri terj. Amiruddin, hal. 351
[9] Al-Bazzam, Syarah Bulughul Maram terj. Thahirin. S, dkk (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hal 411
[10] Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (Beirut, Dar al-Fikr, tt), juz II, hal. 909-911
[11] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ wa al-Marjan terj. Ahmad Fadhil (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011), cet. I, hal 293-294, [Bukhari, Kitab Zakat, No. 4554]
[12] Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah (Beirut, Maktabah al-Islamiyyah, 1970), juz. III, No. 2067, hal. 278

[13] Ibnu Hajar,  Fathu Ba’ri terj. Amiruddin (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), cet. III, jilid 8, hal. 198
[14] Ibnu Hajar,  Fathu Ba’ri terj. Amiruddin, hal. 198-199

SEKIAN

pdf Free Download

Ketentuan jenis makanan untuk zakat

Labels: ,

Posting Komentar

[blogger][facebook]

SQ Blog

{picture#https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimSap9ccYY8FQp44yNvjVK6lRtOVpD-gpVKKWSk__oyc8ChkbooHIuh52uDXiZGchcOoPlIazgMEjOjQ5r0b-DftM48h8gDub2yWyKzDdH1VSYDrsmbf1qfYgl5hKaEuiAW8WAQeTmErDqcHjIm3C4GJKWRJv52o5uHAW10S2gOWj4o8nMsdahVxSo/s500/sq%20vlog%20official%20logo%20png%20full.png} SQ Blog - Wahana Ilmu dan Amal {facebook#https://web.facebook.com/quranhadisblog} {youtube#https://www.youtube.com/user/Zulhas1}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.