Tuntunan sebagai umat Nabi Muhammad SAW
SQ Blog - Doa adalah senjata orang beriman (الدُعَاءُ سِلَاحُ الْمُؤْمِنِ), artinya menjadi alat atau kekuatan utama yang dimiliki seorang Muslim untuk menghadapi kesulitan dan mengharapkan pertolongan Allah SWT. Para Nabi dan Rasul pun senantiasa berdoa sebagaimana banyak ditemukan dalam ayat-ayat Al-Quran dan Hadis.
Salah satu keistimewaan doa para Nabi dan Rasul disebutkan Imam Muslim dalam kitab shahihnya:
لِكُلِّ نَبِىٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِىٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّى اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِى شَفَاعَةً لأُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِىَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِى لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا.
Setiap Nabi memiliki doa mustajabah, dan setiap Nabi telah menggunakan doa mustajab mereka. Adapun aku menangguhkan doa mustajabah tersebut sebagai syafaat untuk umatku pada hari kiamat kelak. Maka setiap umatku memperoleh syafaat tersebut insyaAllah bagi mereka yang meninggal tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun. (H.R. Muslim)
Demikian salah satu harapan terbesar setiap insan pada hari akhir kelak, dapat mendapatkan syafaat dari baginda Rasulullah SAW dan juga mengharapkan syafaat Al-Quran yang senantiasa dibacanya. Jika syafaat Al-Quran dapat diperoleh dengan membaca, mempelajari, menghafalkan, dan kemudian mengamalkannya. Adapun syafaat Nabi dapat diraih dengan menjadi umatnya yang istiqomah dalam menjalankan ajaran-ajarannya.
Menjadi umat Nabi Muhammad SAW merupakan anugerah yang patut di syukuri kepada Allah SWT. Betapa banyak kemuliaan dan anugerah yang Allah berikan kepada umat terakhir ini yang tidak diberikan pada umat-umat sebelumnya berkat keagungan dan kemuliaan baginda Rasulullah SAW.
Imam Ibnu Majah dalam kitab sunannya dan juga Imam Al-Baihaqi dalam kitab sunan al-kubranya menyebutkan riwayat yang bersumber dari sahabat Ibnu Abbas:
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِى عَنْ أُمَّتِى الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ.
Sesungguhnya Allah SWT mengampuni umatku dalam beberapa hal karena aku, yaitu ketika berbuat keliru, lupa, dan dipaksa. (H.R. Al-Baihaqi dan H.R. Ibnu Majah)
Anugerah tersebut dipahami dan dimaknai sebagai bentuk karunia dari Allah yang diperoleh berkat kemuliaan Rasululullah SAW. Kemudian melahirkan rasa terima kasih atas kedudukan sebagai umatnya. Dalam keterangan hadis Nabi disebutkan:
لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ.
Belum dianggap bersyukur seorang hamba, atau belum sempurna rasa syukur seorang hamba sampai ia mampu berterima kasih kepada sesama manusia. (H.R. Abu Dawud)
Berterima kasih kepada sesama di antaranya dilakukan kepada kedua orang tua, guru, kerabat, tetangga, rekan, teman dan yang lainnya. Dan sosok, pribadi, insan yang paling pantas kita berterima kasih atasnya adalah baginda Rasulullah SAW. Beberapa tuntunan yang dapat dilaksanakan sebagai upaya untuk berterima kasih kepada Nabi, dan juga sekaligus menunjukan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat kenabian ini. Tuntunan tersebut tidak terlepas dari kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan sebagai umat Nabi Muhammad SAW, di antaranya:
Pertama : الإيمان به (Beriman dengan sepenuh hati)
Langkah pertama dengan menyakini sepenuh hati bahwa nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah dan menjadi penutup para nabi dan rasul. Tidak ada lagi nabi dan rasul setelahnya. Beliaulah sebagai penutup risalah yang diutus untuk membimbing umat manusia.
Demikian adanya salah satu rukun iman adalah beriman kepada para rasul termasuk Rasulullah SAW. Dalam surat Al-Ahzab disebutkan:
.مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, melainkan dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. (Q.S. Al-Ahzab : 40)
Kedua : محبته (Mencintainya)
Setelah beriman dengan sepenuh hati, berikutnya mencintai Nabi dengan tulus melebihi dari segala yang lainnya setelah kecintaan kepada Allah. Bukti kecintaan tersebut tidak hanya sekedar di lisan, tetapi tergambar dalam sikap dan perbuatan dengan menjadikan Nabi sebagai prioritas dalam setiap hal dan rela berkorban untuk menegakkan ajaran-ajarannya.
Nabi SAW bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا.
ِAda 3 kelompok orang yang dapat merakan manisnya iman, salah satu dari mereka adalah orang yang mencintai Allah dan rasul-Nya melebihi dari segala yang lainnya. (H.R. Muslim)
Ketiga : طاعته (Taat kepadanya)
Ketika keimanan dan kecintaan kepada Nabi telah tumbuh, maka berikutnya akan melahirkan ketaatan dalam menjalankan sunnah-sunnahnya. Ketaatan kepada Nabi hakikatnya adalah ketaatan kepada Allah SWT karena atas izin dan kehendak-Nyalah memilih dan mengutus setiap nabi dan rasul. Sehingga kedua bentuk ketaatan ini tidak dapat dipisahkan. Dalam surat Al-Nisa ayat 80 ditegaskan:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ.
Siapa yang menaati Rasul (Muhammad), maka sungguh telah menaati Allah. (Q.S. Al-Nisa : 80)
Keempat : تعظيم شعنه (Mengagungkan pribadinya)
Disamping beriman, mencintai, dan taat kepada Nabi, juga memuliakan dan mengagungkan pribadi baginda Nabi Muhammad SAW. Menanamkan rasa ta'zim terhadap segala hal yang berkaitan dengan Nabi dan menjadikannya sebagai uswatun hasanah.
Sebagai umatnya yang datang kemudian sehingga belum pernah berjumpa dengan beliau, mempelajari dan mengamalkan hadis-hadisnya merupakan salah satu upaya untuk mengagungkan dan menghormati pribadi Nabi. Para ulama telah menulis dan menyusun hadis-hadis Nabi dalam berbagai kitab yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan untuk meraih keberkahan pada diri Nabi.
Hadis-hadis tersebut dapat ditemukan dalam beberapa metode penyusunan yang telah dituliskan oleh para ulama sebagai berikut:
- Metode shahih, yaitu Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim;
- Metode sunan, yaitu Sunan Abu Dawud, Sunan An-Nasa'i, Sunan Al-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Sunan Al-Kubra Al-Baihaqi, dan lainnya;
- Metode muwatta seperti Muwatta Imam Malik bin Anas;
- Metode mushannaf seperti Mushannaf Hammad bin Salamah,
- Metode musnad seperti Musnad Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Abu Ya'la,
- Metode mustakhraj seperti Mustakhraj Al-Isfirayni,
- Metode mustadrak seperti Mustadrak ala As-Shahihain karya Imam Al-Hakim,
- Metode mu'jam seperti Al-Mu'jam Al-Kabir, Al-Mu'jam Al-Ausat, Al-Mu'jam Al-Saghir karya imam Al-Thabrani,
- Metode zawaid seperti Misbah Al-Zujajah karya Jalaluddin Al-Suyuti,
- Termasuk metode shahifah yang dipakai para sahabat dalam mencatat hadis, di antaranya Shahifah Umar bin Khattab, Shahifah Ali bin Abi Thalib, Shahifah Abdullah bin Mas'ud, dan lainnya.
Kelima : كثرة الصلوات عليه (Memperbanyak sholawat kepadanya)
Tuntunan berikutnya ialah senantiasa bersholat kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam surat Al-Ahzab ayat 56 disebutkan:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya. (Q.S. Al-Ahzab : 56)Para mufassir menjelaskan bahwa sholawat Allah kepada Nabi berupa mencurahkan rahmat-Nya, sholawat para Malaikat berupa doa atasnya, dan sholawat orang-orang yang beriman artinya mengharapkan kemulian dan keberkahan melalui perantara Nabi Muhammad SAW.
Bersholawat kepada Nabi dapat diibaratkan mengisi gelas yang penuh, maka airnya akan mengalir dan kembali kepada yang menuangkannya. Artinya, pribadi Nabi adalah pribadi yang sudah penuh dengan kebaikan dan kemuliaan, maka segala kebaikan dan kemuliaan yang ditujukan kepadanya termasuk doa dan sholawat akan kembali kepada yang memberikannya.





