Articles by "Mushaf al-Quran"

Tampilkan postingan dengan label Mushaf al-Quran. Tampilkan semua postingan


SQ-Blog - Surat Ghafir adalah salah satu surat dalam Al-Quran yang artinya maha pengampun. Surat ini terletak di antara surat Az-Zumar dan surat Fushshilat. Dalam urutan mushaf, surat ghafir terletak dalam surat ke-40.

Surat ghafir disebut juga surat al-Mu'min yang memiliki arti orang yang beriman. Dan banyak hal lainnya yang bisa dipelajari dalam surat ini, di antaranya:

  1. Salah satu surat yang di awali Fawatih Al-Suwar, yaitu (حم)
  2. Menjelaskan bahwa Allah adalah Zat yang maha pengampun.
  3. Para malaikat senantiasa mendoakan orang-orang yang beriman.
  4. Memuat beberapa kisah, sepert kisah Nabi Musa, Kisah Fir'aun, Haman, Qarun, dan lain-lain.
  5. Menegaskan kiamat pasti akan terjadi.
  6. Memiliki nama lain, yaitu Al-Mu'min.
  7. Dan lain-lain.
Nah teman-teman, untuk menambah wawasan kita tentang surat Ghafir, silahkan buka Quiz surat Ghafir berikut ini.


Selamat belajar teman-teman

SQ-Blog - Surat Fushshilat adalah salah satu surat dalam Al-Quran. Surat ini terletak di antara surat Ghafir dan surat As-Syura'. Dalam urutan mushaf, surat fushshilat terletak dalam surat ke-41.

Banyak hal yang bisa dipelajari dalam surat Fushshilat, di antaranya:

  1. Surat yang di awali fawatih Al-Suwar, yaitu (حم)
  2. Salah satu ayatnya terdapat ayat sajadah
  3. Terdapat hukum tashil
  4. Memuat salah satu ayat istiqomah
  5. Dan lai-lain
Nah teman-teman, untuk menambah wawasan kita tentang surat Fushshilat, silahkan buka Quiz surat Fushshilat berikut ini.


Selamat belajar teman-teman

SQ Blog - Alhamdulillah, postingan admin kali ini, Mushaf Indah Kontemporer di Indonesia merupakan postingan penutup dari postingan-postingan mengenai mushaf al-Quran untuk saat ini. Sobat SQ, semoga postingan sebelumnya dapat menambah wawasan kita semuanya. Diantara postingan tersebut ialah:
Nah, kali ini admin akan sajikan hidangan penutup untuk topik kajian mushaf, yaitu Mushaf Indah Kontemporer khususnya di Indonesia. Simak uraiannya di bawah ini.

Dari sejak awal penulisan dan penyalinan mushaf Al-Quran baik di dalam maupun luar Indonesia dilakukan dengan sangat memperhatikan dan mementingkan segi keindahan penulisan dan mushafnya. Seperti contohnya dapat kita lihat pada mushaf-mushaf kuno yang ada di Indonesia. Keindahan mushaf ini terus berlanjut, dipertahankan dan terus menjadi ciri khas al-Quran di nusantara. Beragam keindahan mushaf-mushaf tersebut sangat dipengaruhai oleh antar lain:
  1. Ragam gaya kaligrafi baik dalam penulisan teks maupun sebagai iluminasi.[1]
  2. Keindahan dan seni pada tanda-tanda ayat. kaum muslimin. maka tidak mengherankan, meskipun di Eropa mushaf al-Qur’an telah mulai dicetak sejak.[2]
  3. Keindahan dan seni pada kepala surah[3]
  4. Keindahan dan seni hiasan tepi halaman
  5. Bingkai teks
  6. Bingkai berhias
  7. Keindahan dan seni iluminasi yang dipengaruhi oleh ciri khas daerah (mushaf indah kontemporer nusantara).
Berikut beberapa mushaf al-Quran di Indonesia yang terbilang indah dan menakjubkan siapa saja yang melihatnya:

a. Mushaf Istiqlal

Mushaf Istiqlal diresmikan dan diawali oleh Presiden Soeharto pada Festival Istiqlal I tanggal 15 Oktober 1995/7 Muharam 1412 H, dan diluncurkan oleh Presiden Soeharto pada Festival Istiqlal II, pada 23 September 1995/27 Rabi'ul Akhir 1416 H. Sebelum diresmikan, mushaf ini telah mengalami pentashihan oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran Departemen (sekrang Kementerian) Agama RI, selesai pada 6 Juni 1995/7 Muharam 1416. Para khattat Mushaf Istiqlal adalah KH Abdurrazaq Muhili (perancang pola), HM Fa'iz AR (ketua), M Abdul Wasi AR, H Imron Ismail, Baiquni Yasin, Mahmud Arham, Islahuddin (anggota), serta HM Idris Pirous (asisten).

b. Mushaf Sundawi

Pembuatan Mushaf Sundawi ini diprakarsai oleh HR Nuriana yang menjabat sebagai gubernur jawa barat kala itu, dan diresmikan pada tanggal 14 Agustus 1995/17 Rabiul Awwal 1416 H, pada peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.

Al-Quran Mushaf Sundawi ini menggunakan konsep desain dan tatanan iluminasi yang diterapkan pada setiap halamannya dengan menggunakan seni yang berciri khas Sunda. Pada prinsipnya ada dua jenis sumber inspirasi atau acuan desain yang digunakan. Pertama, yang referensinya berasal dari motif islami Jawa Barat, misalnya memolo mesjid, motif batik, ukiran mimbar, mihrab, dan artefak lainnya, dengan catatan bahwa motif-motif tersebut tidak bersifat anthropomorphic (dari bentuk manusia) ataupun zoomorphic (dari bentuk binatang). Jenis motif kedua, yaitu desain yang bersumber pada sejumlah flora tertentu yang khas Jawa Barat, seperti gandaria dan patrakomala.

c. Mushaf At-Tin

Mushaf Mushaf ini dibuat untuk mengenang al-marhumah Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto (Ibu Tien Soeharto). Didesain oleh Machmud Buchari, Muhammad Djaelani, dan Ahmad Haldani D. Mushaf ini selesai dibuat pada tahun 1999 di Jakarta.

Mushaf ini adalah cetakan faksimili manuskrip indah "Mushaf Al-Quran Ibu Hj Fatimah Siti Hartinah Soeharto", berukuran 21,5 x 16,5 cm, kertas matt paper 85 gram, hard cover. Jumlah iluminasi 33 desain (dari 93 desain dalam manuskrip aslinya yang berukuran 102 x 73 cm). Tim Perancang/Perencanaan. Koordinator Teknik: H Mohammad Djaelani; Ketua Pelaksana Harian: Mahmud Buchari. Bidang Kaligrafi: Ustadz H Imron Islamil, Ustadz Abdul Wasi, Ustadz Baequni Yasin, Mahmud Arham, H Hawi Hasan, H Miftahuzzaman, Islahuddin. Bidang Iluminasi: Drs Achmad Haldani D, Dra Titi H Rasbury, Dra Henny Haerany, Dra Yeyet D Koryeti, Drs M Kusna Wijaya, Drs Zain Rais, Rahman Ruwandi.[4]

d. Mushaf Kalimantan Barat

Diperkirakan pada tahun 2003 Kalimantan Barat membuat mushaf dengan ragam hias bercirikan kekhasan Kalimantan Barat. Dengan mempunyai cirri sendiri dalam bentuk biasannya akan mencerminkan kekayaan ragam hias local. Ragam hias Mushaf Kalimantan Barat memenuhi seluruh permukaan halaman dengan warna lembut kebiruan. Berbeda dengan mushaf indah lainnya, tanda-tanda seperti juz dan ruku' di pinggir halaman berada di dalam bingkai iluminasi, dipisahkan dengan garis vertikal. [5]

e. Mushaf Keraton Yogyakarta

Untuk melestarikan tradisi penyalian Quran di istana, Keraton Yogyakarta pada tahun 2011 menerbitkan “Mushaf Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat” yang ditandatangani resmi oleh Sultan Hamengkubuwono X tertanggal 20 Mei 2011. Dapat dikatakan bahwa Keraton Kesultanan Yogyakarta dalam hal ini merupakan perintis, karena kesultanan lain tampaknya belum ada yang mengawali untuk meneruskan kembali tradisi penyalinan Quran di istana. Kaligrafi teks ayat dimodifikasi dari Mushaf Madinah karya Usman Taha. Mushaf ini dicetak oleh Lembaga Percetakan Al-Quran (LPQ), Kementerian Agama RI.

f. Mushaf Bantani

Untuk Pemerintah Provinsi Banten pada 2 Februari 2008 secara resmi memulai penulisan Mushaf al-Bantani, dan selesai pada 28 Agustus 2010 (18 Ramadan 1431 H). Dokumen ditandatangani oleh Gubernur Banten Hj. Ratu Atut Chosiyah, sebagai pemrakarsa penulisan mushaf ini. Ketua tim penulisan adalah Prof Dr HE Syibli Syarjaya; ketua peneliti desain iluminasi Prof Dr HMA Tihami; penulis kaligrafi Dr H Ahmad Tholabi Kharlie (koordinator), H Mahmud Arham, H Isep Misbah, H Arif Hamdani, Hj Yeni Solihah, Abdul Kholik, Nurkholis, Ahmad Mukhozin, Rivqi Nasrullah, dan Muhammad Martnus; dan desainer iluminasi Aris Kurniawan, Dr Helmi Bahrul Ulumi, dan Andi Zulfikar.

Mushaf cetakan ini, berukuran 25 x 17,5 cm, merupakan 'reproduksi' dari naskah aslinya, "Mushaf al-Bantani", yang berukuran 70 x 50 cm. Ragam iluminasi yang digunakan dalam Mushaf al-Bantani didasarkan pada hasil penelitian. Ketiga puluh juz mushaf ini memiliki variasi iluminasi yang terdiri atas iluminasi dasar dan iluminasi instrumental. Iluminasi dasar sumbernya adalah artefak dan manuskrip Banten, sedangkan iluminasi instrumental yang merupakan penunjang dari iluminasi dasar merupakan pengembangan dan rekayasa grafis.

Mushaf ini telah mengalami tiga kali cetak. Cetakan pertama sejumlah 3000 eksemplar, sementara cetakan kedua dan ketiga masing-masing 100.000 eksemplar. Cetakan ketiga dilengkapi dengan terjemahan. Pencetakan dilakukan oleh Lembaga Percetakan Al-Quran (LPQ), Ciawi, Jawa Barat. Mushaf ini didistribusikan khususnya bagi warga Banten, dan tidak dijual di pasaran. [6]

Demikianlah beberapa mushaf  indah yang ada di indonesia. Informasi lengkap uraian ini dan informasi khasanah mushaf lainnya dapat merujuk langsung ke website Dosen admin ketika semester V di Institut PTIQ Jakarta. Beliau ialah Ali Akbar, MA, terima kasih Bapak atas jasanya dalam mengajarkan Khasanah Mushaf Dunia Islam. Silahkan kunjungi websitenya, Khasanah Mushaf al-Quran Nusantara.


ENDNOTE

[1] Ali Akbar, Menggali Khazanah  Nusantara: Telaah  Ragam  Gaya Tulisan  dalam Mushaf  Kuno, Hal. 69
[2] Annabel The Gallop, Seni Mushaf di Asia Tenggara. Hal.  124
[3] Ibid, Hal.   125
[4] Ali Akbar, Perkembangan Mushaf, Terjemahan dan Tafsir Al-Quran di Indonesia. (Jakarta: Lajnah Pentashhih Mushaf Al-Quran, 2010). Hal. 37

SQ Blog - Merujuk pada PMA No. 3 Tahun 2007, di antara tugas lajnah adalah menyelenggarakan pentashihan, pengkajian dan penerbitan mushaf al-Quran berdasarkan kebijakan teknis dan ditetapkan oleh kepala Badan Litbang dan Diklat. Sementara secara teknis tugas-tugas pentashihan mushaf al-Quran ditetapkan oleh Kepala Lajnah. Resume ini, penulis akan memfokuskan pada aspek mushaf al-Quran yang dikelola oleh lajnah dari tahun 1984 hingga 2003 yang terdiri dari ciri-ciri, bentuk, gaya tulisan, rasm, ukuran, qiraat dan sebagainya.

Perkembangan mushaf dalam kurun ini (1984-2003) dapat di amati dengan kehadiran beberapa mushaf di bawah ini:

a. Mushaf Standar Indonesia (1984)

Menurut E. Badri Yunardi, ada enam hal yang melatar belakangi lahirnya Mushaf Standar, yaitu:
  1. Pedoman pentashihan bagi Lajnah, pada Muker I tahun 1974 dinyatakan bahwa sejauh itu belum ada pedoman yang dijadikan landasan bagi Lajnah setiap kali melaksanakan pentashihan. Hal ini dianggap sangat penting karena selama kurun waktu itu proses pentashihan dilakukan secara manual dan keanggotaan Lajnah senantiasa berganti.
  2. Adanya ragam tanda baca dalam al-Quran, pada tahun 1970-an ragam mushaf al-Quran yang berkembang di Indonesia boleh dikatakan masih sedikit. Menurut
  3. Kecenderungan masyarakat menggunakan satu model mushaf al-Quran
  4. Beredarnya al-Quran terbitan luar negeri di Indonesia
  5. Variasi tanda baca al-Quran
  6. Tanda-tanda waqaf al-Quran (Penyederhanaan tanda waqaf).
Ada tiga jenis mushaf standar yang secara resmi menjadi pedoman kerja bagi lajnah dan secara resmi dapat di diterbitkan dan di edarkan di Indonesia, yaitu mushaf al-Quran rasm usmani, mushaf bahriyyah dan mushaf braille.

b. Mushaf Standar Indonesia Karya Muhammad Syadzali Sa’ad

Mushaf ini merupakan salah satu jenis mushaf al-Quran standar Indonesia yang menggunakan rasm usmani. Mushaf ini ditulis oleh Muhammad Syadzali Sa’ad pada tahun 1973-1975 M / 1394-1396 H. Namun sebagai Mushaf al-Quran Standar Indonesia baru diresmikan pada tahun 1984. Karya khattat ini diterbitkan oleh Maktabah Sa’adiyah Putra, Jakarta tahun 1985. Mushaf karya Muhammad Syadzali Sa’ad ini berhuruf tipis. Inilah ciri yang membedakan dengan karya cucunya, Baiquni Yasin dan tim yang berhuruf tebal. 

c. Mushaf Tafsir al-Quran Basa Jawi (1984)

Mushaf ini merupakan kitab tafsir singkat atau boleh juga dinamakan mushaf terjemahan al-Quran dalam bahasa Jawa. Mushaf ini ditulis oleh Prof. KH. R. Muhammad Adnan, salah seorang guru besar di Institut Agama islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Mushaf ini diterbitkan oleh PT. Al-Ma’arif, Bandung pada tahun 1984.

d. Mushaf Terjemahan al-Quran Bahasa Aceh (1994)

Mushaf ini merupakan mushaf terjemahan al-Quran dalam bahasa Aceh yang berbentuk sajak. Mushaf ini ditulis oleh Teungku Haji Mahjuddin Yusuf. Penerjemahan asli ditulis dengan huruf Arab Melayu Pase (Jawi). Mushaf ini diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI), Banda Aceh pada tahun 1994.

e. Mushaf al-Quran Karya Rahmatullah (2000)

Rahmatullah al-Dimawi, demikian ia menulis namanya di bagian akhir mushaf karyanya yang menunjukkan bahwa ia berasal dari Demak. Mushaf 30 juz ayat pojok dengan rasm usmani buah tangannya itu diterbitkan oleh Penerbit Asy-Syifa, Semarang tahun 2000. Ciri hurufnya tebal, mengesankan seperti halnya mushaf asal cetakan Bombay yang disukai secara luas oleh masyarakat muslim Indonesia. Mushaf ini menggunakan model ayat pojok atau ayat sudut yang umum digunakan oleh para penghafal al-Quran.

f. Mushaf al-Quran Karya Safaruddin

Mushaf ini ditulis oleh Safaruddin, asal Panunggalan (belum pasti di mana, barangkali Panunggalan, Pulokulon, Grobogan, Jawa Tengah) diterbitkan oleh Penerbit CV Wicaksana, Semarang tahun 2001. Tanda tashih ditandatangani oleh H. Abdullah Sukarta (Kepala Lajnah Pentashih Mushaf al-Quran) dan H. Muhammad Shohib Tahir (Sekretaris). Beberapa aspek teks dan visual dari mushaf di atas dapat dilihat dalam tabel berikut:

REFERENSI

Ali Akbar, Khazanah Manuskrip Al-Quran Kalimantan Barat, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2012
Ali Akbar, Mushaf-mushaf Al-Quran Istana Nusantara, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Badan Litbang dan Diklat kementerianAgama RI, 2012
  http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/11/mushaf-karya-safaruddin.html#more, diakses pada tanggal 15 April 2013

SQ Blog - Generasi pertama pencetak al-Qur’an di Indonesia adalah Abdullah bin Afif Cirebon yang telah memulai usahanya sejak tahun 1930-an serta Salim bin Sa’ad Nabhan Surabaya. Usaha di bidang ini kemudian disusul oleh Penerbit Al-Ma’arif Bandung yang didirikan oleh Muhammad bin Umar Baharatha pada tahun 1948.

Pada 1950-an penerbit mushaf di Indonesia di antaranya adalah Sinar Kebudayaan Islam dan Bir & Company. Penerbit Sinar Kebudayaan Islam menerbitkan mushaf pada tahun 1951, sementara Bir & Company mencetak mushaf dengan tanda tashih dari Jam’iyyah al-Qurra’ wal Huffazh tertanggal 18 April 1956. Pada 1960-an Penerbit Toha Putra Semarang memulai kegiatan yang sama, lalu disusul Penerbit Menara Kudus.

Penerbit lainnya pada sekitar periode ini adalah Tintamas, dan beberapa penerbit kecil lainnya. Sampai dengan dasawarsa 1970 dan 1980 sejumlah penerbit di atas masih merupakan “pemain utama” dalam produksi mushaf di Indonesia. Pada periode tersebut juga muncul sejumlah penerbit mushaf baru di berbagai kota, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya. Demikian pula pada dasawarsa 1990. Sejak dasawarsa 2000, beberapa penerbit yang semula hanya menerbitkan buku keagamaan mulai tertarik untuk menerbitkan mushaf.

Untuk kepentingan umat Islam di Indonesia, Mushaf al-Qur’an Rasm Utsmani dan Mushaf al-Qur’an “Bahriyah” kemudian ditulis oleh putra Indonesia. Mushaf dengan rasm utsmani oleh khatthat Ustdz Muhammad Syadzali Sa’ad, dan mushaf “Bahriyah” ditulis oleh Ustadz Abdur Razaq Muhili, tahun 1984-1989. Sedangkan mushaf Bralille diterbitkan dan diproduksi, di antaranya oleh Koperasi Karyawan Abiyoso, Bandung. Demikianlah sekilas perkembangan penulisan mushaf di Indonesia yang diawali dengan semangat masing-masing penerbit dalam kegiatan tersebut. Penulis merasa cukup pendahuluan di atas untuk memulai materi kajain mushaf ini sejak tahun 1933 sampai 1983. Berikut beberapa mushaf al-Quran di Indonesia yang dapat di amati dari tahun 1933-1983:

a. Mushaf Cetakan Abdullah bin Afif, Cirebon 1933

Mushaf ini ditashih oleh H. Ahmad Badawi, Kaliwungu, Kendal, pada tahun 1933. Mushaf tersebut merupakan reproduksi cetakan Bombay, India dan merupakan generasi awal cetakan mushaf al-Qur’an di Indonesia.

b. Mushaf Cetakan Penerbit al-Ma’arif, Bandung 1950-an

Penerbit al-Ma’arif, Bandung, Jawa Barat, didirikan oleh Muhammad bin Umar Bahartha pada tahun 1948, menysul generasi pertama pencetak mushaf al-Qur’an di Indonesia yang dipelopori oleh Abdullah Afif Cirebon. Mushaf cetakan al-Ma’arif, 1950-an ini adalah merupakan reproduksi cetakan Bombay dengan tambahan “Kitab Tajwid” dan do’a khatmil qur’an di bagian akhir mushaf.

c. Mushaf Sinar Kebudayaan Islam, Jakarta 1951

Reproduksi cetakan Bombay dengan halaman tambahan di akhir mushaf berupa hiasan makharijul huruf, daftar juz dan surah serta doa khatmil qur’an yang ditulis oleh khattat Abdul Razaq Muhili.

d. Mushaf Pustaka al-Haidari Kutaraja dan Pustaka Andalus Medan, 1951-1952

Mushaf ini juga merupakan reproduksi dari cetakan Bombay, India yang negeri asalnya mushaf ini dicetak kira-kira 10 tahun sebelumnya, yaitu pada Rabiul Akhir 1359 H/Mei-Juni 1940. Di bagian belakang mushaf ditambah dengan do’a khatmul Qur’an, tulisan dengan judul “i’lan” dan sebuah pesan yang ditulis oleh penulis mushaf.

e. Mushaf Tintamas, Jakarta 1954

Mushaf ini merupakan reproduksi dari mushaf cetakan Bombay dengan tambahan di bagian belakang mushaf sebanyak 13 tambahan, berupa Ilmu Tajwid yang disusun oleh Muhammad Ali al-Hamidi, tanda waqaf, tashih oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah dan Muhammad Zein Jambek, serta daftar surah dan juz. Pada surat al-Fatihah dan 4 awal surat al-Baqarah diberi hiasan berwarna merah, setiap awal surat diberi hiasan yang berbeda, di akhir surat al-Nas ditambah dengan do’a khatmil Qur’an.

f. Mushaf Ibnu Sutowo, 1970-an

Perencana pembuatan mushaf ini adalah H.M. Umar Murad dan ditulis oleh Muhammad Syadzali. Pembuat hiasan bingkai mushaf adalah Azhari Nur dan H. Muzammil. Mushaf ini diterbitkan oleh Yayasan Pendidikan Al-Qur’an dengan bantuan pemerintah Arab Saudi. Selesai ditashih oleh Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’an pada tanggal 18 Rabi’l Awal 1400 H/5 Februari 1980.

g. Mushaf al-Quran Pojok Menara Qudus, 1974

Mushaf ini mendapatkan izin edar dari Kepala Lembaga Lektur Keagamaan tertanggal 29 Mei 1974. Di dalam mushaf ini tidak dicantumkan nama penulisnya, namun dapat dipastikan bahw khat mushaf ini ditulis oleh Musthafa Nazif, Turki. Di bagian belakang mushaf terdapat tambahan bacaan al-Quran yang perlu diperhatikan yang disusun oleh Kyai Sya’roni Ahmadi, Kudus serta ditashhih dan disempurnakan oleh Kyai Arwani Amin Kudus.

Pada bagian belakang juga terdapat surat tanda tashhih dari lajnah pentashih dan di bawahnya ada pernyataan cetakan al-Quran ini telah diperiksa dan diteliti oleh Kyai Arwani Amin, Kyai Hisyam, dan Kyai Sya’roni Ahmadi.

Sekian beberapa mushaf al-Quran dari Indonesia yang berkembang sejak tahun 1933-1983. Uraian beberapa aspek teks dan visualnya dapat dilihat di bawah ini:

NO PENERBIT ASPEK TEKS DAN INFORMASI MUSHAF
1 Abdullah bin Afif, Cirebon Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Qira'at
Imla'i Naskhi -
Informasi Mushaf
(4) Tahun (5) Iluminasi (6) Penulis/Asal
1933 - Reproduksi cetakan Bombay
2 Al-Ma’arif, Bandung Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Qira'at
Usmani Naskhi Hafz
Informasi Mushaf
(4) Tahun (5) Iluminasi (6) Penulis/Asal
1950-an - Reproduksi cetakan Bombay
3 Sinar Kebudayaan Islam, Jakarta Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Qira'at
Usmani Naskhi -
Informasi Mushaf
(4) Tahun (5) Iluminasi (6) Penulis/Asal
1951 - Abdul Razaq Muhili
4 Pustaka
al-Haidari Kutaraja dan Pustaka Andalus, Medan
Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Qira'at
Usmani Naskhi Hafz
Informasi Mushaf
(4) Tahun (5) Iluminasi (6) Penulis/Asal
1951-1952 Tidak menggunakan hiasan pada bagian samping, tetapi hanya menggunakan garis lurus Reproduksi cetakan Bombay
5 Tintamas,
Jakarta
Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisam (3) Qira'at
Usmani Naskhi Hafz
Informasi Mushaf
(4) Tahun (5) Iluminasi (6) Penulis/Asal
1954 - Reproduksi cetakan Bombay
6 Yayasan Pendidikan Al-Qur’an Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Qira'at
Usmani Naskhi Hafz
Informasi Mushaf
(4) Tahun (5) Iluminasi (6) Penulis/Asal
1970-an - Muhammad Syadzali
7 Menara Qudus Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Qira'at
Usmani
Naskhi
Hafz
Informasi Mushaf
(4) Tahun (5) Iluminasi (6) Penulis/Asal
1970-an - Musthafa Nazif

Selama beberapa dasawarsa sejak awal tahun 1930-an, produksi mushaf di Indonesia didominasi oleh cetak ulang “Qur’an Bombay” yang berciri huruf tebal. Keadaan itu berlangsung hingga tahun 1970-an. Ketika Penerbit Kudus mulai mencetak “al-Quran Sudut” untuk memenuhi kebutuhan para santri yang belajar menghafal al-Qur’an. Demikian sekilas sejarah percetakan dan beberapa Mushaf di Indonesia yang diketengahkan. Kiranya informasi kesejarahan ini dapat menambah pengetahuan kita, khususnya terkait bagaimana para penerbit Mushaf tersebut berhasil menerbitkan mushaf al-Qur’an sehingga menjadi mushaf standar mushaf di Indonesia dengan cerdas dan tidak melupakan aspek kesejarahannya.

REFERENSI

Abdul ‘Aziz Sidiqi, Sekilas tentang Mushaf Standar Indonesia, dalam Perkembangan Mushaf, Terjemahan, dan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia, Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2011
Ali Akbar, Perkembangan Mushaf Al-Qur’an di Indonesia, dalam Mushaf Al-Qur’an di Indonesia, Gedung Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal TMII: Jakarta, 2011
Ali Akbar, Pencetakan Mushaf Al-Qur’an di Indonesia,  http://qur’annusantara.com

SQ Blog - Tahukah anda bahwa keberadaan mushaf al-Quran juga mengikut perkembangan dunia percetakan? Dari tulis manual dengan tangan, Cetakan Batu (Litografi), Cetakan Logam (Tipografi), Cetakan Elektronik, hingga cetakan Digital yang berkembang pesat saat ini. Adapun kesempatan ini, admin mengajak sobat melihat kebelakang sejarah perkembangan percetakan al-Quran dengan teknik Litografi (Cetakan Batu). Semoga dapat menambah wawasan sobat sekalian. Simak uraiaannya berikut ini.

Penyalinan al-Quran secara manual terus berlangsung sampai akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 yang berlangsung diberbagai kota dan pusat kebudayaan Islam masa lalu. Beriring waktu, berhentinya penyalinan mushaf al-Quran secara manual tidak berarti tidak ada lagi proses produksi. Justru saat itulah mulai muncul teknik penyalinan yang lebih modern dan masif.
[1] Diantaranya, percetakan al-Quran dengan tehnik litografi (cetak batu). Uraian berikut mencakup mushaf litografi dari India, Turki, Singapura dan Palembang.

Litografi adalah teknik yang ditemukan pada tahun 1798 oleh Alois Senefelder dan berdasarkan tolakan kimia minyak dan air. Pemilihan percetakan dengan teknik litografi dalam dunia Islam sebab Mushaf yang dicetak dengan teknik tifografi (sistem susun satuan huruf dari logam) tidak banyak memuaskan kaum muslimin. maka tidak mengherankan, meskipun di Eropa mushaf al-Qur’an telah mulai dicetak sejak abad ke-16, namun tidak berkembang di dunia Islam. [2] Beberapa mushaf cetakan ini yang dapat di amati ialah:

a. Mushaf Cetakan Palembang

Mushaf litografi yang masih ada hingga sekarang adalah mushaf yang selesai dicetak pada 20 Agustus 1848 di Palembang oleh Haji Muhammad Azhari bin Kemas Haji Abdullah. sejauh yang diketahui hingga kini, inilah mushaf cetakan litografi tertua di Asia Tenggara. Mushaf ini dicetak menggunakan alat cetak paris Lithographique yang dibeli oleh Azhari di Singapur sepulang dia dari haji.

b. Mushaf Cetakan Singapura

Mushaf-mushaf cetakan batu lainnya yang banyak beredar di Nusantara pada akhir abad ke-19 adalah cetakan singapura. Tinggalan mushaf ini tersebar diberbagai daerah, dari Sumatera hingga Maluku. Pada saat itu Singapura menjadi salah satu pusat percetakan dan distribusi buku-buku keagamaan di Asia Tenggara.[3] Al-Quran cetakan Singapura ini selesai disalin pada 1 Syawal 1284 H (26 Januari 1868).

c. Mushaf Cetakan Bombay (India)

Mushaf cetak lainnya yang banyak beredar di Asia Tenggara terutama sejak akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 adalah cetakan Bombay atau Mumbai, India. Kota di pantai barat India ini merupakan pusat percetakan buku-buku keagamaan yang diedarkan secara luar dikawasan Asia Tenggara. Luasnya peredaran itu dapat dilihat dari peninggalan mushaf cetakan India yang terdapat di beberapa daerah, yaitu Pelembang, Demak, Madura, Bima, Malaysia, hingga Filipina Selatan. Gaya tulisannya terlihat dari ciri huruf dan harakatnya yang tebal. [4]

d. Mushaf Cetakan Turki

Dalam sejarah al-Quran pojok di Turki, tercatat yang paling tua adalah sebuah mushaf bertahun 1598 dengan 14 baris tulisan. Pada awalnya, jumlah baris setiap halaman bervariasi, namun sejak paruh kedua abad ke-18 mushaf jenis ini selalu terdiri atas 15 baris dan ini menjadi standar sampai berakhirnya penyalinan naskah mushaf secara manual pada akhir abad ke-19.

Sehubungan hal tersebut, penerbit Menara Kudus yang melakukan kegiatan cetak al-Quran pojok tidak mencantumkan nama penulis “Qur’an Pojok” yang dicetaknya. Pada sisi lain dari perbandingan tulisan dapat diketahui secara pasti bahwa al-Quran tersebut adalah reproduksi (copy ulang) sebuah al-Quran yang diterbitkan oleh Percetakan Usman Bik, Turki. Di bagian belakang mushaf terdapat kolofon bahwa mushaf ini ditulis oleh Mustafa Nazif, dan telah ditashih oleh Hai’ah Tadqiq al-Masahif asy-Syarifah pemerintah Turki di Percetakan Usman Bik, Jumada al-Ula 1370 H (Februari-Maret 1951). Di bagian flap sampul terdapat tulisan “Muhammad Salih Ahmad Mansur al-Baz al-Kutubi bi-Bab al-Islam bi-Makkah al-Mukarramah”. Informasi ini menguatkan bahwa menara kudus melakukan cetak ulang pada jenis al-Quran pojok yang berasal dari Turki.

Walaupu demikian, tidak semua “al-Quran Pojok” yang beredar di Indonesia merupakan hasil cetak ulang atas al-Qur’an dari Turki. Penerbit Wicaksana, Semarang, Jawa Tengah pada tahun 2001 menerbitkan al-Qur’an hasil karya Safaruddin dari Panunggalan yang selesai ditulisnya pada tahun 1418 H (1997-1998).

Nah Sobat, untuk melihat beberapa aspek teks dan visual pada mushaf yang dicetak dengan teknik litografi dapat dilihat di bawah ini:

NO MUSHAF ASPEK TEKS DAN VISUAL
1 Palembang Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Kertas
Imla'i Naskhi Dicetak dengan Paris Lithographi Que
Aspek Visual
(4) Periode (5) Iluminasi (6) Ukuran
Dicetak pada 20 Agustus 1848 Memiliki Iluminasi dengan latar emas yang istimewa -
2 Singapura Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Kertas
- - -
Aspek Visual
(4) Periode (5) Iluminasi (6) Ukuran
Abad ke-19
Selesai di salin pada 1 Syawal 1284 H
(26 Januari 1868 M)
Setiap halaman beriluminasi nan-indah -
3 India
(Bombay)
Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Kertas
Usmani Naskhi -
Aspek Visual
(4) Periode (5) Iluminasi (6) Ukuran
- - -
4 Turki Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Kertas
- Naskhi -
Aspek Visual
(4) Periode (5) Iluminasi (6) Ukuran
Tahun 1598 - 19,5 x 13, 5 cm
Tebal 5 cm

Demikian sekilas sejarah mushaf litografi (catak batu) dari Palembang, Singapura, India dan Turki yang disajikan secara rinci dalam resume ini. Mudah-mudahan dapat menambah wawasan para pembaca dimana saja terhadap sejarah mushaf-mushaf al-Quran baik di dunia Islam maupun nusantara khususnya mengenai mushaf litografi.

            ENDNOTE


[1] Abdul Hakim Syukrie, Mushaf Al-Qur’an di Indonesia, (Jakarta: Puslitbang & DIklat DEPAG RI), hlm. 21
[2] Ibid,  hlm. 22
[3] Ali Akbar, Mushaf Al-Qur’an di Indonesia, (Jakarta: Puslitbang & Diklat DEPAG RI), hlm. 6
[4] Ibid, hlm. 7

SQ BlogInsya Allah, beberapa waktu ke depan postingan admin akan fokus pada kajian mushaf Al-Quran. Inisiatif ini untuk melengkapi kajian mushaf sebelumnya yang telah kami posting, diantaranya Mushaf Dunia Islam, Mushaf Terindah di Dunia, dan Mushaf Kontemporer. Kajian ini perlu untuk menambah wawasan dalam memahami dan melihat perkembangan mushaf dari kitab suci al-Quran yang digunakan dalam masyarakat. Dari analisa dapat diketahui sejauh mana tingkat kecintaan masyarakat terhadap mushaf yang tersebar.

Data ini tentu diperlukan untuk dapat mengoptimalkan penerbitan mushaf-mushaf selanjutnya.
Selain di atas, kajian mushaf yang identik dengan daerah masing-masing akan menambah nilai kekayaan budaya Islam dalam mencintai agamanya. Negeri tercinta kita misalnya, Indonesia memiliki khas tersendiri dalam menerbitkan mushaf al-Quran. Namun esensi dari semua mushaf tersebut tentu masih sama dalam kapasitasnya sebagai kitab suci yang tidak akan mengalami perubahan sampai hari kiamat kelak. Tidak seperti kenyakinan Syiah yang menganggap al-Quran sekarang tidak murni. Naudzu billah min dzalik. Oleh karena itu, pemahaman terhadap mushaf al-Quran dari masa ke masa juga dapat menjadi cara untuk memelihara kemurnian al-Quran.

Ok Sobat, Beberapa topik Mushaf al-Quran yang admin akan bahas ialah:

1. Mushaf Dunia Islam, topik ini telah admin posting, baca Disini
2. Mushaf Manuskrip Nusantara
3. Mushaf Litografi
4. Mushaf Tahun 1933-1983
5. Mushaf 1984-2003
6. Mushaf Kontemporer (2014-sekarang), topik ini telah admin posting, baca Disini
7. Mushaf Indah Kontemporer
8. Mushaf Terindah di Dunia, topik ini telah admin posting, baca Disini

Adapun pada kesempatan ini, admin hanya akan membahas Mushaf Manuskrip Nusantara. Beberpa topik lainnya Insya Allah akan menyusul. Yuk amati informasi mushaf Manuskrip Nusantara berikut.

Mushaf Al-Qur’an Nusantara disalin sesuai dengan ruang dan waktu tempat mushaf itu dibuat, atau dengan kata lain, sesuai dengan latar budaya dan kondisi zamannya. Lokallitas budaya tempat mushaf disalin merupakan faktor yang ikut menentukan dan mempengaruhi variasi bentuk, motif dan warna iluminasi, demikian pula gaya kaligrafinya, dalam taraf tertentu. Dalam hal kaligrafi, keunikan mushaf Nusantara tampak dalam karakter “kaligrafi floral” yaitu komposisi kaligrafi yang bermotif tetumbuhan. Kreativitas tulisan tersebut dituangkan khususnya pada kepala-kepala surah. Unsur kreativitas lokal itu, baik dalam iluminasi maupun kaligrafi, berkembang sangat leluasa dan berkarakter khas bahkan dalam bentuk zoomorphic seperti Macan Ali dan Buraq di Cirebon.[1]

Mushaf manuskrip Qur’ani yang terdapat di Nusantara sangat banyak dan tersebar, beberapa katalog telah menyebutkan mengenai keberadaan naskah manuskrip Al-Qur’an. Henri Chambert-loir dan Oman Faturahaman dalam Khazanah Naskah: panduan koleksi Naskah-naskah Indonesia Sedunia mencatat adanya sejumlah lembaga yang menyimpan al-Qur’an atau milik perorangan. Uaraian selengkapnya dapat dilihat pada table berikut:

NO MUSHAF ASPEK TEKS DAN VISUAL
1 Aceh Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Kertas
- - -
Aspek Visual
(4) Periode (5) Iluminasi (6) Ukuran
- Memiliki kelebihan dari gaya Illuminasi yang terdapat di bagian awal, tengah, dan akhir -
2 Yogyakarta Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Kertas
Imla'i Naskhi -
Aspek Visual
(4) Periode (5) Iluminasi (6) Ukuran
Abad ke-19 Setiap halaman beriluminasi nan indah -
3 Banten Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Kertas
Imla'i Naskhi Eropa
Aspek Visual
(4) Periode (5) Iluminasi (6) Ukuran
- - Ukuran
(30 x 19’5 cm) Tebalnya (5 cm)
4 Sumbawa Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Kertas
- - Eropa
Aspek Visual
(4) Periode (5) Iluminasi (6) Ukuran
Abad
Ke-18
Memiliki iluminasi yang cukup indah -
5 Bima La Nontogama Aspek Teks
(1) Rasm (2) Khat/Tulisam (3) Kertas
- - Eropa
Aspek Visual
(4) Periode (5) Iluminasi (6) Ukuran
Abad
Ke-18
- -
6 Bima
La Nino
Aspek Visual
(1) Rasm (2) Khat/Tulisan (3) Kertas
- - Eropa
Aspek Visual
(4) Periode (5) Iluminasi (6) Ukuran
Abad
Ke-18
- -

Selain mushaf manuskrip nusantara yang berada diatas, ada juga yang berada di Eropa diantaranya di Belanda menurut Katalog Voorhoeve,[2] tercatat ada 32 mushaf lengkap dan terdapat 41 jilid terpisah bagian-bagian teks a-Qur’an. Sedangkan di prancis, menurut katalog Deroche, terdapat 5 buah mushaf tersimpan di Bibliotheque Nationale.[3]

Di Indonesia, beberapa daerah yang memiliki peran penting dalam kesejarahan mushaf nusantara ialah:

a. Mushaf Manuskrip Aceh

Di Nusantara, penyalinan al-Qur’an diperkirakan dimulai dari Aceh sejak sekitar abad ke-13, ketika Pasai di pesisir ujung timur laut Sumatra menjadi kerajaan pertama di Nusantara yang memeluk Islam secara resmi melalui pengislaman sang raja, yaitu Sultan Malik al-Saleh. Al-Qur’an dari Aceh memiliki gaya khas, dan biasanya mudah diidentifikasi dengan jelas melalui pola dasar, motif hiasan, dan pewarnaannya.

b. Mushaf Manuskrip Yogyakarta

Salah satu Qur’an indah dari kesultanan Nusantara adalah “Kanjeng Kiai Qur’an”, pusaka Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Naskah Qur’an ini sangat istimewa, karena setiap halaman beriluminasi nan indah. Iluminasi lebih istimewa terdapat di bagian awal, tengah dan akhir Qur’an. Kanjeng Kiai Qur’an pada awalnya adalah milik Kanjeng Gusti Raden Ayu Sekar Kedhaton, putri Sultan Hamengkubuwono II (1772-1828 M) yang diajari mengaji oleh gurunya, Haji Mahmud, seorang abdi dalem.

c. Mushaf Manuskrip Banten

Mushaf Pandeglang diperoleh dari kampung Maluku Labuan Pandeglang Banten. Kondisi mushaf tidak lengkap tetapi udah dikonservasi. Warna tinta teks ayat adalah hitam.[1]

d. Mushaf Manuskrip Lombok (Sumbawa & Bima) 

Terdapat lima buah mushaf Al-Qur’an di tangan keturunan keluarga Kesultanan Sumbawa di Sumbawa Besar. Semua mushaf dari Kerajaan Sumbawa menggunakan kertas Eropa. Mushaf tulisan tangan dari Kerajaan Bima ada dua buah, yaitu La Nontogama (Jalan Agama), saat ini dalam koleksi Museum Samparaja di Bima, dan La Lino (Yang Berkilau) yang saat ini dalam koleksi Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal, Jakarta. Kedua mushaf ini masih lengkap 30 juz, menggunakan kertas Eropa.

ENDNOTE


[1] Menyelami Keindahan Seni Mushaf Nusantara, (Banda Aceh: MAN VII Telkom Grouf), 2008
[2] Handlist of Arabic Manuscripts karya P. Voorhoeve adalah panduan bagi mereka yang akan mengakses manuskrip beraksara Arab yang kini (semasa Voorhoeve) tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan beberapa lembaga lainnya di Negeri Belanda.
[3] Bibliotheque Nationale adalah perpustakaan umum di Strasbourg , Perancis
[4] Asef Saefullah,  SUHUF Jurnal Kajian Al-Qur’an dan kebudyaan,hal. 96

SQ Blog

{picture#https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimSap9ccYY8FQp44yNvjVK6lRtOVpD-gpVKKWSk__oyc8ChkbooHIuh52uDXiZGchcOoPlIazgMEjOjQ5r0b-DftM48h8gDub2yWyKzDdH1VSYDrsmbf1qfYgl5hKaEuiAW8WAQeTmErDqcHjIm3C4GJKWRJv52o5uHAW10S2gOWj4o8nMsdahVxSo/s500/sq%20vlog%20official%20logo%20png%20full.png} SQ Blog - Wahana Ilmu dan Amal {facebook#https://web.facebook.com/quranhadisblog} {youtube#https://www.youtube.com/user/Zulhas1}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.