SQ Blog - Tafsir Bahrul Muhit merupakan salah satu kitab tafsir yang tergolong Tafsir Bir-Ra’yi. Pengarangnya Syeikh Mummad bin Yusuf bin Hayyan al-Andalusi. Lahir pada tahun 654H dan Meninggal pada tahun 754 H.Tafsirnya berjudul Al-Bahr al-Muhit ( الـبحر المحيـط ) terdiri dari delapan jilid.[1]
KARAKTERISTIK TAFSIR BAHRUL MUHIT
Sebelum kami memaparkan penjelasan tentang karakteristik tafsir ini terlebih dahulu kami memberikaan deskripsi pendahuluan dari tafsir ini. Adapun sekilas gambaran dari pendahuluan tafsir Bahrul Muhit ialah :[2]
- مقدمة المؤلف, Yaitu berisi muqaddimah penulis.
- منهجه في تأليف هذا الكتاب, metode Abu Hayyan dalam mengarang atau menyusun Tafsir ini.
- العلوم التي يحتاج إليها المفسر, Ilmu-ilmu yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan penafsiran.
- الشروط الواجب توافرها في المفسر, Syarat-syarat wajib yang dipenuhi seorang Mufasssir.
- ذكر فضائل القرآن, Menyebutkan keutamaan-keutamaan Al-Quran.
- المفسرون من الصحابة, Ahli Tafsir dari kalangan Sahabat.
- المفسرون من التابعين, Ahli Tafsir dari kalangan Tabi’in.
- منهج التفسير في العصور المتقدمة له والمتأخرة, metode oenafsiran pada masa awal dan masa mutakhiro تعريف علم التفسير لغة واصطلاحاً, mengetahui definisi ilmu tafsir secara bahasa dan istilah. dan
- الترغيب في تفسير القرآن.
Adapun karakteristik tafsir ini ialah :[3]
- Dalam tafsir Bahru Muhit dilengkapi dengan beberapa cabang ilmu yang meliputiNahwu, Saraf, Balaghah,hukum-hukum Fiqih dan yang lainnya yang dianggap olehnya masih ada hubungannya dengan rujukan Tafsir.
- Bahasa pengungkapannya cukup mudah.
- Dinamakan dengan ‘Al-Bahr al-Muhit’ memandang penuhnya ilmu yang relevan dengan tafsir di dalamnya.
- Abu Hayyan banyak bergantung kepada kitab tafsir sebelumnya seperti kitab Zamaksyari dan Ibn Atiyah.
- Beliau menyebut tentang Israiliyyat dan Hadish maudu' tetapi kebanyakkannya beliau nyatakan kedudukan dan ketidasahihannya dan memberi keterangan kepada pembaca supaya tidak terpedaya dengannya. CeritaIsrailiyyat yang ada dalam tafsirnya ialah tentang kisah batu Nabi Musa AS dan keadaannya. Adapun Hadis palsuialah sebagaimana yang diadakan terhadap Nabi SAW tentang nama 12 bintang yang dilihat oleh Nabi Yusuf AS dalam mimpinya.
- Meletakkan syawahid syair dalam menuliskan Tafsirnya karena disisinya syawahid syair mempunyai tempat yang tinggi dalam pembinaan Qawaid Nahu dan lebih mudah baginya menerangkan makna ayat dan juga beliau membuat penerangan-penerangan yang banyak.
- Menyebutkan ketarangan-keteranganQiraat dan I’rab. Ini kerana tinjauan yang berbeda atas analisis keduanya akan menghasilkan makna yang berlainan.
METODOLOGI TAFSIR BAHR AL-MUHIT
Berdirinya tafsir Abu Hayyan dengan asas daripada Nahu dan Lughah, dari sini menampakkan kekuatan tafsirannya dalam setiap bab dan penerangan yang jelas. Didalam menulis tafsirnya Abu Hayyan banyak menggunakan metode dirayah dan Ijtihad.[4] Disamping itu, beliau menyusun kitab Tafsirnya ini dengan kaedah-kaedah berikut:[5]
- Meletakkan kalimat-kalimat mufradatyang berkaitan ayat di permulaan setiap Surah. Ia hanya bertujuan supaya penafsiran menjadi lebih jelas dan mengelakkan kesalahan daripada satu kalimah yang kadang-kadang mempunyai dua makna dan satu lafal yang berbeda mempunyai makna yang sama.
- Meletakkan Asbabun Nuzul. Perkara ini adalah penting karena itu adalah salah satu ilmu yang wajib dipelajari oleh seorang penafsir dan juga untuk mengetahui kepada siapa dan untuk apa ayat itu diturunkan,Mengetahui Nasikh dan Mansukh dan kemunasabahan ayat-ayat apabila dibandingkan dengan ayat-ayat sebelum atau selepasnya.
- Sentiasa meletakkan Hadis-hadis yang disebutkan Zaid bin Sabitkepada Nabi Muhammad dalam ayat dan juga meletakkan nuqilan-nuqilan dari para Sahabat dan golongan yang thigah dari kalangan Tabi’in.
- Tidak memastikan kepada dirinya dalam menilai keshahihan suatu hadis tetapi,melalui analisis darimana sumber hadis tersebut.
- Terdapat juga hadis-hadis dha’if didalam tafsirannya yang mana diriwayatkan oleh seorang yang tidak thiqah. Ini beliau cantumkan hanya memberi keterangan kepada pembaca untuk tidak terpedaya dengannya. Hal ini juga sangat bsedikit dan jarang sekali dijumpai.
- Meletakkan juga pembahasan fiqh 4 mazhab jikabeliau menemukan keterangan-keterangan yang berkaitan dengan soal hukum-hukum fiqh.
CONTOH TAFSIR BAHR AL-MUHIT
Surah al-A‘raf Ayat 180 menurut Abu Hayyan:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴿ الاعراف : ١٨٠﴾
Artinya: “Hanya milik Allah al- Asma-ulHusna (nama-nama yang agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah), maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut nama-nama baik itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadapapa yang telah mereka kerjakan”. (Surah al-A‘Raf : ayat 180)
Abu Hayyan al-Andalusi di dalam kitab tafsirnya, Al-Bahr Al-Muhit Menerangkan bahawasanya setelah melihat kronologiayat 179 surah Al-A‘raf sampai kepada ayat 180 surah Al-A‘raf, ternyata Allah telah memberikan peringatan penting kepada umat manusia agar mengingat Allah dan menyeru kepadaNya dengan Asma al-Husna.[1] Menurut beliau, cara inilah yang mampu menyelamatkan umat manusia dan jin dari api Neraka. Sesungguhnya hati yang lalai daripada Allah akan mudah diresapi penyakit cinta dunia. Tambahan pula, apabila seseorang itu selalu menyeru Allah dengan nama-namaNya yang terbaik dan senantiasa mengingatiAllah akan timbul kelazatan ketika melakukan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya.[2]
Diantara kutipan lain dalam tafsirnya, antara lain :
قال مقاتل : دعا رجل الله تعالى في صلاته ومرة دعا الرحمن ، فقال أبو جهل : أليس يزعم محمد وأصحابه أنهم يعبدون ربّاً واحداً فما بال هذا يدعو اثنين فنزلت ،
Mukatil berkata, seorang laki-laki berdo’a kepada Allah Ta’ala di dalam shalatnya berkali-kali menyebut Ar-Rahman ( الرحمن ). Melihat hal itu, Abu Jahal berkata : Bukankah Nabi Muhammad dan Sahabat-sahabatnya berkata bahwa mereka beribadah kepada Tuhan yang satu. Maka ada apa dengan dengan do’a semacam ini? Maka turunlah ayat ini. [3]
قال الزمخشري :.... ﴿ فادعوه بها ﴾ أي نادوه بها كقولك : يا الله يا رحمن يا مالك وما أشبه ذلك ، وقال الزمخشري : فسمّوه بتلك الأسماء جعله من باب دعوت ابني عبد الله أي سميته بهذا الاسم واختلف في الاسم الذي يقتضي مدحاً خالصاً ولا تتعلق به شبهة ولا اشتراك إلا أنه لم يرد منصوصاً هل يطلق ويسمى الله تعالى به فنصّ القاضي أبو بكر الباقلاني على الجواز ونصّ أبو الحسن والأشعري على المنع ،[4]
Hal diatas beliau meriwayatkannya dari ImamAl-Zamakhsyari apa yang dimaksudkan dengan perkataan ( فادعوه بها), ialah serulah kepada Allah dengan nama-nama yang terbaik dan para ulama telah berselisih pendapat di dalam perkara yang berkaitan dengan penamaan menggunakan nama-nama Allah keatas selainNya. Abu Bakar al-Baqilani berpendapat bahwa harus, manakala Abu Hassan al-Asy‘ari, jumhur ulama dan para fuqaha berpendapat tidak harus dan inilah pendapat yang paling tepat.
SUMBER RUJUKAN TAFSIR BAHR AL-MUHIT
Abu Hayyan dalam menyusun tafsirnya tidak lepas dari berbagai referensi kitab-kitab klasik lainnya. Hal ini beliau lakukan demi mewujudkan Kitab ini sesuai dengan namanya Al-Bahru Al-Muhit. Referensi-referensi tersebut bersumber dari berbagai disiplin ilmu selama masih terkait dengan Wawasan Tafsir. Ini bukan berarti penulisan kitab Bahrul Muhit seutuhnya atas landasan kitab-kitab terdahulu. Namun, tidak jarang juga beliau melakukan kritikan terhadap kitab-kitab tersebut. Beliau hanya melakukan penilaian atas kitab-kitab terdahulu dan mengambilnya yang beliau yakini serta membantahnya yang dianggapnya salah dengan landasan Al-Quran dan Hadis. Adapun referensi-referensi yang dimaksud ialah:
a. Bidang Tafsir
Untuk disipli keilmuan ini, Beliau mengambil dari kitab syaikhnya Imam Sholeh al-Qudwah al-Adib Jamaluddin Abi Abdullah Muhammad bin Sulaiman bin Hassan bin Hussin al-Maqdisi al-Ma’ruf bi Ibni Naqib, yaitu:
- Al-Kasyaf,
- Muharar al-wajiz, dan
- Tahrir wa tahbir.
b. Bidang Qiraat
- Al-Iqna’, dan
- Kitab Misbah.
c. Bidang Hadis
- Sahih Bukhari,
- Sahih Muslim,
- Sunan Abi Daud,
- Sunan Nasa’i, dan
- Sunan Tirmidzi.
- Sunan Ibn Majah
- Musnad Thialisi
- Sunan Daruqutni
- Mu’jam Kabir/
- Awsad/ Shorir.
d. Bidang Nahwu
- Al-Kitab,
- Al-Tashil,
- Al-Mumta’
- Al-Takmil syarah Tashil, dan
- Al-Tazkirah.
e. Bidang Ushul Fiqh
- Al-Mahsul,
- Al-Isyarah,
- Syarh Kitab Isyarah,
- Mukhtasar al-Mahsul, dan
- Al-Qawaid.
f. Bidang Fiqh
- Al-Mahla, dan
- Al-Anwar al-Ajali fi Ikhtisar al-Mahla.
- Bidang Tarikh
- Al-Sirah,
- Qalaid al-Aqyan wa Mahasin al-A’yan, dan
- Syilah.
h. Bidang Ushuluddin
Tidak disebutkan kitab yang khusus berkaitan sumber usuluddin.
i. Bidang Balaghah
- Minhaj al-Bulagha’e wa Syaraji al-Adaba’,
- Nizam al-Quran, dan
- Al-Intisar fi I’jaz al-Quran
KEHIDUPAN AGAMA ABU HAYYAN
a. Pegangan Akidahnya
Sejak Abu Hayyan bermukim di Madinah dan di Andalus, awalnya beliau berpaling daripada ilmu-ilmu Aqliyyah seperti Falsafah, Mantiq dan Ilmu Kalam dan Astrologi dan sebagainya.Menurut Ilmuwan Islam, corak pemikiran keilmuan ini yang menjadikan masyarakat Andalus merosot dan sesat. Obsesi ini berdalih bawha menggunakan ilmu falsafah dapat menyibukkan diri dalam ilmu tersebut yang bersifat dengan sifat zindiq.
Dan itulah yang dikatakan oleh Pentahqiq bahwa Abu Hayyan semasa di Andalus mempunyai aqidah yang selamat.Berkata Ibn Hajar rahimahullah daalm kitabnya al-Darar(الدرار) tentang Aqidah Abu Hayyan: “Beliau adalah boleh dipercaya, hujjah yang dhabit dan selamat daripada ikutan falsafah dan al-I’tizal dan tajsim”.
b. Abu Hayyan dan kebatinan
Tidak banyak dibincangkan tentang beliau terhadap kebatinan namun ada sedikit ulasan oleh Pentahqiq mengenai beliau berkaitan kebatinan yaitu, pandangan beliau terhadap kebatinan dalam kitab tafsirnya jelas sekali beliau meninggalkan pendapat dan kata-kata golongan batiniyyah yang keluar dari lafal-lafalArabiyyah dari segi dalilnya.
c. Abu Hayyan dan Mazhab Fiqhnya
Mengenai mazhab Abu Hayyan adalah beliau berpegang dengan fiqh Mazhab Maliki di Andalus kerana beliau disana mempelajari kitab Muwatta’ Imam Malik.Dalam satu riwayat didalam kitab-kitab tabaqat dan juga sejarah mengatakan beliau bertukar-tukar mazhab berbilang-bilang yaitu Mazhab Maliki, Zahiri dan yang terakhir bermazhabkan Syafi’i. Selepas sampai di Mesir beliau mengikut Mazhab Syafi’i dan mengarang kitab Al-Wahaj fi Ikhtisar al-Minhaj dan Minhaj adalah karangan Imam Nawawi rahimahullah. Beliau juga mensyarahkan mazhab dalam fiqh syafi’i, kebanyakan pandangan-pandangan didalam kitab tafsirnya diambil dari pendapat Imam Syafi’i.
Baca Juga:
pdf DOWNLOAD >> KLIK ME
Posting Komentar