Sumber-sumber Berita Asbab al-Nuzul dan Contohnya

SQ Blog - Sumber pengetahuan tentang Asbab al-Nuzul diketahui melalui riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. Nilai berita itu sendiri sama dengan berita-berita lain yang menyangkut Nabi dan kerasulan beliau, yaitu berita-berita hadis. Oleh karena itu bersangkut pula persoalan kuat dan lemahnya berita itu, shahih dan dhaif serta otentik dan palsunya.

Sahabat dan Tabiin Menjadi Sumber Asbabun Nuzul

Seperti halnya persoalan hadis pada umumnya, penuturan atau berita tentang sebab turunnya wahyu tertentu juga dapat beraneka ragam.[8] Namun, khusus dalam periwayatan Asbabun Nuzul sebagaimana yang disebutkan dalam berbagai literatur tulisan hanya menyebutkan dua sumber berita, yaitu dari Sahabat dan Tabi’in. 

Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani menyebutkan bahwa Asbab al-Nuzul yang diriwayatkan dari seorang Sahabat bisa diterima meskipun tidak dikuatkan dengan riwayat lain. Hal itu karena pernyataan seorang Sahabat mengenai persoalan yang tidak menjadi lapangan Ijtihad, hukumnya Marfu’.

Para Sahabat tidak mungkin mengatakan hal itu dari dirinya sendiri karena posisi mereka hanyalah mendengar dan meriwaytakan atau menyaksikan dan mengalihakan berita yang didengar dari Rasulullah Saw.[9] Jika mereka menemukan kesangsian atau hal yang belum mereka ketahui maka mereka segera menanyakannya kepada Rasulullah. 

Adapun bila Asbab al-Nuzul diriwayatkan oleh Tabi’in (generasi setelah Sahabat), maka hukumnya tidak bisa diterima kecuali bila berkualitas shahih dan dikukuhkan dengan hadis mursal lain serta yang meriwayatkannya termasuk Imam Tafsir yang mengambil riwayat dari Sahabat, seperti Mujahid, Ikrimah dan Said bin Jubair, ‘Atha, Hasan Basri, Sa’id bin Musayyab dan al-Dhahhak.[10]

Agar kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang membuat riwayat Asbab al-Nuzul, kita harus mengetahui bahwa betapapun kita besungguh-sungguh mencari riwayat-riwayat yang shahih yang memungkinkan kita memahami Asbab al-Nuzul, namun tidak mungkin mengumpulkan seluruh ayat yang turun sesudah ada pertanyaan atau sebab. Hal ini juga disebabkan karena ayat-ayat al-Quran yang turun ada yang dapat dipandang sebagai Asbab al-Nuzul. 

Riwayat Sahabat dalam Asbabun Nuzul dan Contohnya

  • Pengetahuan para Sahabat tentang Asbab al-Nuzul
Sahabat Nabi merupakan generasi umat yang dapat menyaksikan turunnya ayat-ayat al-Quran. Tetapi sekalipun demikian, tiada seorang Sahabatpun yang bisa menyaksikan turunnya semua ayat-ayat al-Quran beserta Asbab an-Nuzulnya. Hal ini wajar saja karena ayat-ayat al-Quran itu diturunkan secara berangsur-angsur dan di tempat-tempat dan peristiwa-peristiwa yang berbeda-beda. Demikian pula tidak semua dan tidak selalu ayat-ayat itu turun dengan didahului oleh suatu sebab.[11]

Oleh karena itu, ucapan para sahabat yang disertai dengan sumpah yang bisa memberi kesan seolah-olah mereka mengetahui semua ayat yang turun beserta asbab al-nuzulnya hendaklah kita pahami tidak secara harfiyah. Misalnya perkataan Ali bin Mas’ud dan ulama-ulama Sahabat yang lain, yaitu: 

لَمْ تَنْزِلْ اَيَةٌ إِلَّا أَعْلَمُ فِيْمَا نُزِّلَت وَ فِيْمَنْ نُزِّلَتْ وَ أَيْنَ نُزِّلَتْ. 

Artinya: “Tidaklah turun sesuatu ayat melainkan aku mengetahuinya terhadap apa ayat itu turun, terhadap siapa ayat itu turun dan dimana ayat itu turun”. 

Ungkapan sebagian Sahabat diatas hendaknya dipahami tidak pada makna lahirnya. Pernyataan itu hanyalah untuk menyatakan bahwa mereka sangat memperhatikan keadaan turunnya ayat-ayat al-Quran. Perhatian tersebut, baik didengar langsung dari Rasulullah atau hanya didengar dari sahabat-sahabat lain karena tidak menghadiri peristiwa turunnya ayat itu. Namun pengetahuan yang diperolehnya itu walaupun melalui perantara para Sahabat Nabi yang lain tetap dipandang sebagai pengetahuan yang langsung diperoleh dari Rasulullah Saw.[12]

Para Sahabat Nabi menumpahkan seluruh perhatiannya terhadap ayat-ayat al-Quran. Mereka sibuk dan tekun mengumpulkannya dengan ingatan dan juga hafalan. Kitabullah menyita sebagian besar waktu mereka yang amat berharga karena al-Quran itu sendiri memang menguasai seluruh fikiran dan perasaan mereka. Allah sewaktu-waktu menurunkan satu atau beberapa wahyu setelah terjadi satu atau beberapa peristiwa.

Maka suatu kewajaran jika para Sahabat terkadang tidak mengetahui tentang Asbab al-Nuzul suatu ayat. Mereka tidak mungkin mengikuti secara terus menerus semua sebab turunnya ayat-ayat al-Quran. Hal inilah yang menuntut sebuah kehati-hatian tentang riwayat Asbab al-Nuzul pada ayat-ayat al-Quran yang Asbab Nuzulnya tidak ditemukan dalam riwayat Sahabat. 

Ulama lain berkata, mengetahui Asbab al-Nuzul suatu ayat adalah suatu perkara yang hanya diketahui oleh para Sahabat yang disertai dengan adanya tanda-tanda yang mendukung pada hal itu. Hal ini terkait dengan uraian sebelumnya bahwa tidak semua Sahabat mengetahui secara persis dimana dan kapan suatu ayat itu diturunkan. Maka jangan heran bila ada diantara mereka yang berkata “saya menduga ayat ini turun ditempat ini”.[13] Ungkapan semacam ini akan ditemukan dalam Asbab al-Nuzul pada beberapa ayat al-Quran. 
  • Contoh Asbab al-Nuzul dari Riwayat Sahabat
Uraian contoh mengenai surah atau ayat al-Quran yang Asbab Nuzulnya bersumber dari riwayat para Sahabat sebagai berikut: 

1) Surah al-Muawwizatain (al-Falaq dan al-Nas) 

سورة الفلق 

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (۱) مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (٢) وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ (٣) وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (٤) وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (٥)

سورة الناس 

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (١) مَلِكِ النَّاسِ (٢) إِلَهِ النَّاسِ (٣) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (٤) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (٥) مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (٦)

وأخرج البيهقي في دلائل النبوة من طريق الكلبي هن أبي صالح عن ابن عباس قال : مرض رسول الله صلى الله عليه و سلم مرضا شديدا فأتاه ملكان فقعد أحدهما عند رأسه وآخر عند رجليه فقال الذي عند رجليه للذي عند رأسه : ما نرى ؟ قال طب قال وما طب ؟ قال : سحر قال : وما سحر ؟ قال : لبيد بن الأعصم اليهودي قال : أين هو ؟ قال في بئر آل فلان تحت صخرة في كرية فأتوا الركية فانزحوا ماءها و رفعوا الصخرة ثم أخذوا الكرية وأحرقوها فلما أصبح رسول الله صلى الله عليه و سلم بعث عمار بن ياسر في نفر فأتوا الركية فإذا ماؤها مثل ماء الحناء. فنزحوا الماء ثم رفعوا الصخرة و أخرجوا الكرية و أخرقوها فإذا فيها و تر فيه إحدي عشرة عقدة و أنزلت عليه هاتان السورتان فجعل كلما قرأ آية انحلت عقدة : ﴿قل أعوذ برب الفلق﴾ و ﴿قل أعوذ برب الناس﴾. لأصله شاهد في الصحيح بدون نزول السورتين وله شاهد بنزولهما.[14] 

وأخرج أبو نعيم في الدلائل من طربق أبي جعفر الرازي عن الربيع بن أنس عن أنس بن مالك قال : صنعت اليهود ذلك لرسول الله صلى الله عليه و سلم شيئا فأصابه من ذلك وجع شديد فدخل عليه أصابه فظنوا أنه لما به فأتاه جبريل بالمعوذتين فعوذه بهما فخرج إلى أصحابه صحيحا.[15] 

Asbab al-Nuzul dari Surah Muawwizatin diatas nampak dengan jelas pada kedua sumber riwayatnya berasal dari Sahabat, yaitu riwayat pertama dari Ibnu Abbas dan riwayat kedua dari Anas bin Malik. 

2) Surah al-Baqarah ayat 190 

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ ﴿ سورة البقرة : ١٩﴾ 

أخرج الواحدي من طريق الكلبي عن أبي صالح عن ابن عباس قال : نزلت هذه الآية في صلح الحديبية وذلك أن رسول الله صلى الله عليه و سلم لما صد عن البيت ثم صالحه المشركون على أن يرجع عامه القابل فلم كان العام القابل تجهز هو وأصحابه لعمرة القضاء وخافوا أن لا تفي قريش بذلك وأن يصدوهم عن المسجد الحرام ويقاتلوهم وكره أصحابه قتالهم في الشهر الحرام فأنزل الله ذلك.[16] 

Asbab al-Nuzul dari ayat diatas (al-Baqarah ayat 190) dikeluarkan oleh al-Wahidy sebagai Mukharrij yang bersumber dari Ibnu Abbas yang merupakan salah satu Sahabat Nabi. 

3) Surah al-Dukhan Ayat 10 

فَارْتَقِبْ يَوْمَ تَأْتِي السَّمَاءُ بِدُخَانٍ مُبِينٍ ﴿ سورة الدخان : ١٠﴾ 

أخرج البخاري عن ابن مسعود قال : إن قريشا لما استعصوا على النبي صلى الله عليه و سلم دعا بسنين كسني يوسف فأصابهم قحط حتى أكلوا العظام فجعل الرجل ينظر إلى السماء فيرى ما بينه وبينها كهيئة الدخان من الجهد فأنزل الله )فارتقب يوم تأتي السماء بدخان مبين( فأتى رسول الله صلى الله عليه و سلم فقيل : يا رسول الله استسق الله لمضر فإنها قد هلكت فاستسقى فسقوا فنزلت.[17]

Asbabun Nuzul dari ayat diatas (al-Dukhan ayat 10) bersumber dari Ibnu Mas’ud, salah satu Sahabat yang ahli dalam bidang tafsir. 

4) Surah al-Hasyr Ayat 1 

سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ﴿ سورة الحشر : ١﴾ 

وأخرج الحاكم وصححه عن عائشة قالت : كانت غزوة بني النضير وهم طائفة من اليهود على رأس ستة أشهر من وقعة بدر وكن منزلهم ونخلهم في ناحية المدينة فحاصرهم رسول الله صلى الله عليه و سلم حتى نزلوا على الجلاء وعلى أن لهم ما أقلت الإبل من الأمتعة والأموال إلا الحلقة وهي السلاح فأنزل الله فيهم ﴿ سبح لله ما في السموات وما في الأرض ﴾ .[18]

Asbabun Nuzul dari ayat diatas (Al-Hasyar ayat 1) bersumber dari Aisyah binti Abu Bakar Radiyallahu anha, salah satu istri tercinta Rasulullah SAW.

Riwayat Tabiin dalam Asbabun Nuzul dan Contohnya

a) Riwayat Tabi’in dalam Asbab al-Nuzul dan Syaratnya

Kajian riwayat tentang Asbab al-Nuzul melalui jalur Tabi’in (generasi sesudah masa Sahabat Nabi) menekankan beberapa syarat. Indikasi ini sekali lagi menunjukkan bahwa ruang lingkup Asbab al-Nuzul tidak menyisihkan sedikitpun lapangan Ijtihad, tetapi ia berdasarkan pada sumber-sumber yang disandarkan pada Rasulullah Saw.

Jalaluddin al-Suyuti menyebutkan bahwa yang termasuk musnad Sahabat adalah yang datang dari riwayat seorang Tabi’in, hadis semacam ini dihukumi marfu’ tetapi mursal.[19] Sebagaimana telah sebutkan sebelumnya bahwa riwayat Tabi’in dalam hal Asbab al-Nuzul tidak dapat dipandang sebagai hadis sebelum memenuhi persyaratan sebagai berikut:[20]
  1. Memiliki sanad yang Shahih;
  2. Bila sanadnya tidak shahih, masih bisa diterima bila ada hadis mursal lain yang menguatkan;
  3. Sumber berita dapat dipastikan berasal dari Sahabat Nabi;
  4. Tabi’in yang meriwayakannya adalah Mufassir yang terkemuka, seperti Mujahid, Ikrimah Said bin Jubair, ‘Atha, Hasan Basri, Sa’id bin Musayyab dan al-Dhahhak. 
Penerimaan hadis mengenai Asbabun Nuzul dari kalangan Tabi’in ini dan begitupun juga dari kalangan Sahabat bertujuan untuk memperoleh kepastian bahwa hadis tersebut benar-benar bersumber pada seorang Sahabat Nabi yang menyaksikan, mengalami dan mendengar sendiri peristiwa yang berkaitan dengan turunnya suatu ayat.

Upaya memperoleh kepastian tentang benarnya kejadian-kejadian itulah yang mendorong para Ulama ahli hadis membatasi cara memperoleh pengetahuan tentang Asbab al-Nuzul turunnya ayat-ayat al-Quran pada riwayat-riwayat yang shahih saja. Dalam hal ini mereka menolak setiap upaya perorangan yang mengemukakan pendapat atau ijtihad mengenai Asbab al-Nuzul.[21]

b) Contoh Asbab al-Nuzul dari Riwayat Tabi’in 

Uraian contoh mengenai surah atau ayat al-Quran yang Asbab Nuzulnya bersumber dari riwayat Tabi’in sebagai berikut: 

1) Surah al-Infithar ayat 6 

يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ ﴿ سورة الانفطار : ٦ ﴾ 

أخرج ابن أبي حاتم عن عكرمة في قوله ﴿ يا أيها الإنسان ما غرك ﴾ الآية قال : نزلت في أبي بن خلف.[22] 

Asbab al-Nuzul dari ayat diatas (al-Infithar ayat 6) bersumber dari Ikrimah, seorang generasi Tabi’in yang ahli dalam bidang tafsir. Ia banyak menimbah ilmu tafsir dari Ibnu Abbas karena tinggal bersamanya sebagai pembantu. 

2) Surah al-Qadr ayat 3 

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ﴿ سورة القدر : ٣ ﴾ 

و أخرج ابن جرير عن مجاهد قال : كان في بني إسرائيل رجل يقوم الليل حتى يصبح ثم يجاهد العدو في النهار حتى يمسي فعمل ذلك ألف شهر فأنزل الله ﴿ ليلة القدر خير من ألف شهر ﴾ عملها ذلك الرجل.[23] 

Asbab al-Nuzul dari ayat diatas (al-Qadr ayat 3) bersumber dari Mujahid, pemimpin ahli tafsir pada zaman tabi’in sampai di katakan bahwa beliau adalah orang yang paling mengetahui tentang tafsir pada zamannya. 

3) Surah Al-Isra ayat 29

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا ﴿ سورة الإسراء : ٢٩ ﴾ 

وأخرج ابن جرير عن الضحاك قال : نزلت فيمن كان يسأل رسول الله صلى الله عليه و سلم من المساكين.[24]

Asbab al-Nuzul dari ayat diatas (Al-Isra ayat 29) bersumber dari Ad-Dhahhak, salah satu ahli tafsir terkemuka dari kalangan Tabi’in. 

4) Surah al-Qadr ayat 3 

مُسْتَكْبِرِينَ بِهِ سَامِرًا تَهْجُرُونَ ﴿ سورة الإسراء : ٢٩ ﴾ 

وأخرج ابن أبي حاتم عن سعيد بن جبير قال : كانت قريش تسمر حول البيت ولا تطوف به ويفتخرون به فأنزل الله ﴿ مستكبرين به سامرا تهجرون ﴾.[25] 

Asbabun Nuzul dari ayat diatas (al-Qadr ayat 3) bersumber dari Said bin Jubair, yang juga merupakan ahli tafsir generasi Tabi’in. Pemuda yang berasal dari Habsyi asli dan menjadi warga Arab ini sadar betul bahwa ilmu jalan yang bisa mengantarkan kepada Allah dan takwa adalah jalan yang menuntunnya ke surga. Oleh sebab itu dijadikannya takwa di sisi kanannya dan ilmu di sisi kirinya. Keduanya dipadukan dengan ikatan yang erat. 

Pemuda Said ini berguru kepada banyak sahabat senior, seperti Abu Sa’id al-Khudri, Adi bin Hatim al-Thayy, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah al-Dausi, Abdullah bin Umar, maupun Ummul Mukminin Aisyah tetapi guru utamanya adalah Abdullah bin Abbas.

Analisa Riwayat-riwayat tentang Asbabun Nuzul

Riwayat-riwayat tentang Asbabun Nuzul tidak semua nilainya shahih seperti halnya riwayat-riwayat hadis. Pada sisi inilah yang menuntut perlu dilakukan penelitian yang seksama terhadap keterangan/riwayat tentang Asbab al-Nuzul, baik tentang sanad-sanadnya maupun matan-matannya. 

Kitab-kitab tentang Asbab al-Nuzul yang ditulis orang-orang zaman dahulu pun tidak luput dari kritik-kritik yang keras, walaupun pengarang-pengarangnya orang-orang yang wara’ dan berilmu. Misalnya Al-Suyuti, sesudah beliau menyebutkan ulama-ulama yang menyusun kitab dalam bidang ini, langsung beliau mengkritik kitab Al-Wahidy kemudian ikhtisar al-Jabary dan selanjutnya menerangkan bahwa Al-Asqalany menyusun sebuah kitab dalam Asbab al-Nuzul yang tidak memiliki naskah lengkap karena ajal menjemputnya sebelum penulisannya selesai.[26]

A-Suyuti setelah mengkritik kitab-kitab orang lain, mensifatkan kitabnya “Lubab al-Nuqul fi Ulum al-Quran” sebagai suatu kitab yang belum perna ada taranya. Sungguh pun demikian, kita dapat mengambil faedah dari perkataan Al-Suyuti bahwa banyak kelemahan-kelemahan di dalam kitab-kitab Asbab al-Nuzul yang disusun oleh ulama-ulama dahulu. Karena banyak terdapat riwayat-riwayat yang tidak shahih.[27]

Riwayat-riwayat Asbab al-Nuzul yang dipandang tidak shahih itu disebabkan oleh karena tidak sesuai dengan fakta sejarah, tidak rasional atau logis, terdapat hal-hal yang berlebihan yang bersifat sensasional atau pristiwa-pristiwa yang langkah terjadi.[28] Al-Wahidy misalnya dalam tafsirnya mengenai surah al-Baqarah dibawah ini: 

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿ سورة البقرة : ١١٤ ﴾ 

Al-Wahidi tidak menarik kesimpulan bahwa firman Allah itu merupakan ancaman yang bersifat mutlak bagi siapa saja yang menghina tempat-tempat ibadah. Bahkan al-Wahidi melakukan kekeliruan fatal yang berkaitan dengan nash kitabullah, yaitu mengatakan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan bangsa Babylonia yang bernama Bukhtansar dan kawan-kawannya. 

Disebutkan bahwa kaum yahudi menghancurkan kota Jerusalem yang dalam penyerbuannya dibantu beberapa orang Yahudi dan Romawi. Sehubungan dengan ini, Al-Wahidi menyebut orang-orang Nasrani bersatu dengan Bukhtansar dalam menghancurkan kota Jerusalem padahal peristiwa Bukhtansar itu terjadi 633 SM. Namun, kekeliruan ini dimaafkan karena dua hal, yaitu Al-Wahidy bukanlah seorang ahli sejarah dan ia tidak memilih pendapat Qatada, tapi hanya menyebutnya saja tampa tanggapan.[29]

Demikianlah sekilas alur perjalanan seleksi berbagai riwayat Asbabun Nuzul yang dilakukan oleh tiap-tiap generasi hingga mencapai kesempurnaan seperti saat sekarang ini. 

DAFTAR PUSTAKA
  • Al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-ilmu al-Quran “Terjemahan dari judul asli Mabahis fi Ulum al-Quran”, Jakarta: Pustaka Lentera AntarNUsa, Cet. V, 2011 
  • Al-Shabuny, Muhammad Ali. al-Tibyan fi Ulm al-Quran, Beirut: Mazra’ah Binayah al-Iman, Cet. I, 1985 
  • Al-Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-ilmu al-Quran “Terjemahan dari judul asli Mabahis fi Ulum al-Quran”, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. XI, 2011 
  • Al-Shiddiq, Muhammad Hasbi. Ilmu-ilmu al-Quran, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, Cet. II, 2002 
  • Al-Suyuti, Jalaluddin. Samudera Ulum al-Quran “Terjemahan dari judul asli al-Itqan fi Ulum al-Quran”, Surabaya: PT Bina Ilmu, Cet. I, 2006 
  • Al-Suyuti, Jalaluddin. Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, Beirut: Darr al-Kitab al-Araby, Cet. V, 2011 
  • Al-Zarqani, Muhammad Abdul Adzim, Manahil al-Urfan fi Ulum al-Quran, Jakarta : Gaya Media Pratama, Jilid I, Cet I, 2002 
  • Anwar, Rosihon. Ulum al-Quran, Bandung: CV Pustaka Setia, Cet. II, 2010 
  • Hanbal, Ahmad bin. Musnad Ahmad bin Hanbal, Kairo: Muasasah al-Qurtubah, tt, Juz I 
  • Madjid, Nurcholish. Konsep Asbab al-Nuzul : Relevansinya dengan Ajaran Keagamaan dalam Budhy Munawar dan Rachman (eds), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, Cet. II, 1995 
  • Zuhdi, Masjfuk. Pengantar Ulumul Quran, Surabaya: PT Bina Ilmu, Cet. IV, 1993
ENDNOTE

[1]Subhi al-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran “Terjemahan dari judul asli Mabahis fi Ulum al-Quran” (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2011), Cet. XI, Hal 169-170
[2]Rosihon Anwar, Ulum al-Quran (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010), Cet. II, Hal. 59
[3]Jalaluddin al-Suyuti, Samudera Ulum al-Quran “Terjemahan dari judul asli al-Itqan fi Ulum al-Quran” (Surabaya : PT Bina Ilmu, 2006), Cet. I, Hal. 155
[4]Muhammad Ali al-Shabuny, al-Tibyan fi Ulm al-Quran (Beirut : Mazra’ah Binayah al-Iman, 1985), Cet. I, Hal. 25
[5] Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal (Kairo : Muasasah al-Qurtubah, tt), Juz I, Hal. 323
[6]Subhi al-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran “Terjemahan dari judul asli Mabahis fi Ulum al-Quran” (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2011), Cet. XI, Hal 176
[7]Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran “Terjemahan dari judul asli Mabahis fi Ulum al-Quran” (Jakarta : Pustaka Lentera AntarNUsa, 2011), Cet. V, Hal. 108
[8]Nurcholish Madjid, Konsep Asbab al-Nuzul : Relevansinya dengan Ajaran Keagamaan dalam Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta : Paramadina, 1995), Cet. II, Hal. 26
[9]Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani, Manahil al-Urfan fi Ulum al-Quran (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002), Jilid I, Cet I, Hal. 121
[10]Jalaluddin al-Suyuti, Samudera Ulum al-Quran “Terjemahan dari judul asli al-Itqan fi Ulum al-Quran” (Surabaya : PT Bina Ilmu, 2006), Cet. I, Hal. 169
[11]Muhammad Hasbi al-Shiddiq, Ilmu-ilmu al-Quran (Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 2002), Cet. II, Hal. 19-20
[12]Subhi al-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran “Terjemahan dari judul asli Mabahis fi Ulum al-Quran” (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2011), Cet. XI, Hal 174
[13]Jalaluddin al-Suyuti, Samudera Ulum al-Quran “Terjemahan dari judul asli al-Itqan fi Ulum al-Quran” (Surabaya : PT Bina Ilmu, 2006), Cet. I, Hal. 167
[14]Jalaluddin al-Suyuti, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul (Beirut : Darr al-Kitab al-Araby, 2011), Cet. V, Hal. 269-270
[15]Ibid, Hal. 270
[16]Jalaluddin al-Suyuti, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul (Beirut : Darr al-Kitab al-Araby, 2011), Cet. V, Hal. 33
[17] Ibid, Hal. 209
[18]Ibid, Hal. 231
[19]Jalaluddin al-Suyuti, Samudera Ulum al-Quran “Terjemahan dari judul asli al-Itqan fi Ulum al-Quran” (Surabaya : PT Bina Ilmu, 2006), Cet. I, Hal. 167
[20]Ibid, Hal. 149 / Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani, Manahil al-Urfan fi Ulum al-Quran (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002), Jilid I, Cet I, Hal. 121-122
[21]Subhi al-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran “Terjemahan dari judul asli Mabahis fi Ulum al-Quran” (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2011), Cet. XI, Hal 174
[22]Jalaluddin al-Suyuti, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul (Beirut : Darr al-Kitab al-Araby, 2011), Cet. V, Hal. 255
[23]Jalaluddin al-Suyuti, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul (Beirut : Darr al-Kitab al-Araby, 2011), Cet. V, Hal. 262
[24]Ibid, Hal. 146
[25]Ibid, Hal. 165
[26]Subhi al-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran “Terjemahan dari judul asli Mabahis fi Ulum al-Quran” (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2011), Cet. XI, Hal 178-179
[27]Muhammad Hasbi al-Shiddiq, Ilmu-ilmu al-Quran (Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 2002), Cet. II, Hal. 19-20
[28]Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Quran (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993), Cet. IV, Hal. 46
[29]Subhi al-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran “Terjemahan dari judul asli Mabahis fi Ulum al-Quran” (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2011), Cet. XI, Hal 181

Link Free PDF Download 
Disusun Oleh: Muh. Zaky Fathoni dan Hasrul

Sumber-sumber Berita Asbab al-Nuzul dan Contohnya

Labels:

Posting Komentar

  1. terimakasih sharenya,,
    asbabunnuzul memang bisa menjadi pelengkap dalam upaya memahami kandungan makna dalam Qur'an. saya jadi terinspirasi untuk ukut menulis blog tentang asbabunnuzul. ini sebagian materi yang sudah di publish kompilasi asbabunnuzul

    BalasHapus

[blogger][facebook]

SQ Blog

{picture#https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimSap9ccYY8FQp44yNvjVK6lRtOVpD-gpVKKWSk__oyc8ChkbooHIuh52uDXiZGchcOoPlIazgMEjOjQ5r0b-DftM48h8gDub2yWyKzDdH1VSYDrsmbf1qfYgl5hKaEuiAW8WAQeTmErDqcHjIm3C4GJKWRJv52o5uHAW10S2gOWj4o8nMsdahVxSo/s500/sq%20vlog%20official%20logo%20png%20full.png} SQ Blog - Wahana Ilmu dan Amal {facebook#https://web.facebook.com/quranhadisblog} {youtube#https://www.youtube.com/user/Zulhas1}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.