SQ Blog - Kemunculan Ad-Dakhîl (الدخيل) dalam penafsiran disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya pengaruh khabar atau berita-berita israiliyyat. Secara bahasa, Isrāiliyyāt (إسرائيليات) adalah bentuk jamak dari kata isrāiliyyat ((إسرائيلية merupakan isim yang dinisbatkan pada kata Isra’il yang berasal dari kata Ibrani.[1] isrāiliyyat ((إسرائيلية terdiri dari dua kata, yaitu “Isra” (إسرا) berarti hamba, dan “il” (ئيل) berarti Tuhan, yang jika digabungkan akan bermakna hamba Tuhan.[2] Dalam perspektif historis, Isra’il berkaitan erat dengan Nabi Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim a.s di mana keturunan beliau yang berjumlah dua belas itu disebut Bani Isra’il.[3]
Sedangkan Isrāiliyyāt menurut istilah para Ulama’ adalah perkataan atau ucapan yang mengarah pada cerita-cerita dan legenda-legenda yang dikaitkan dengan asal usul Yahudi ataupun Nashrani yang sebagian besar cerita didalamnya mengandung mitos tentang apa yang terjadi pada orang-orang terdahulu. Seperti halnya cerita-cerita tentang para Nabi dan Rasul. Isrāiliyyāt mayoritas berasal dari Taurat dan Injil. Sehingga sering kali ditemukan absurditas dan pertentangan dengan Al-Qur’ān, mengingat keberadaan keduanya yang tidak bisa dilepaskan dari tahrīf.[4] Sementara itu, Ahli Tafsīr dan Ḥadīṡ berpandangan bahwa Isrāiliyyāt secara terminologis adalah kisah atau peristiwa yang diriwayatkan dari sumber Isrāilīyat.[5]
Husein Al-Żahabī, mengemukakan pengertian Isrāiliyyāt sebagai kisah dan dongeng klasik atau kuno yang masuk ke dalam tafsīr dan Ḥadīṡ, yang asal periwayatannya dari sumber Yahudi, Nasrani atau yang lain.Sebagian Ahli tafsīr dan Ḥadīṡ memperluas lagi pengertian Isrāiliyyāt ini sehingga mencakup pula cerita-cerita yang sengaja deselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsīr dan Ḥadīṡ, yang tidak dijumpai sama sekali dasarnya dalam sumber-sumber lama.[6] Definisi yang cukup komperehensif tentang Isrāiliyyāt, juga dikemukakan oleh Ahmad Khalīl, bahwa Isrāiliyyāt adalah kisah-kisah dan riwayat-riwayat yang berasal dari Ahli Kitab, baik yang ada hubungannya dengan ajaran agama mereka maupun tidak.[7]
Walaupun kata Isrāiliyyāt pada lahirnya merujuk pada riwayat yang bersumber pada kalangan Yahudi, namun demikian dalam realitas, peristilahan ahli tafsīr dan Ḥadīṡ mencakup juga riwayat yang bersumber dari kalangan Nasrani. Dominasi unsur Yahudi ini bisa jadi disebabkan karena sebagian besar mereka yang meriwayatkan kisah-kisah itu terdiri dari orang Yahudi yang memeluk Islam atau juga karena menonjolnya peranan mereka terhadap kaum Muslimin yang sudah sedemikian dekat semenjak permulaan Islam.[8]
Sedangkan Isrāiliyyāt menurut istilah para Ulama’ adalah perkataan atau ucapan yang mengarah pada cerita-cerita dan legenda-legenda yang dikaitkan dengan asal usul Yahudi ataupun Nashrani yang sebagian besar cerita didalamnya mengandung mitos tentang apa yang terjadi pada orang-orang terdahulu. Seperti halnya cerita-cerita tentang para Nabi dan Rasul. Isrāiliyyāt mayoritas berasal dari Taurat dan Injil. Sehingga sering kali ditemukan absurditas dan pertentangan dengan Al-Qur’ān, mengingat keberadaan keduanya yang tidak bisa dilepaskan dari tahrīf.[4] Sementara itu, Ahli Tafsīr dan Ḥadīṡ berpandangan bahwa Isrāiliyyāt secara terminologis adalah kisah atau peristiwa yang diriwayatkan dari sumber Isrāilīyat.[5]
Husein Al-Żahabī, mengemukakan pengertian Isrāiliyyāt sebagai kisah dan dongeng klasik atau kuno yang masuk ke dalam tafsīr dan Ḥadīṡ, yang asal periwayatannya dari sumber Yahudi, Nasrani atau yang lain.Sebagian Ahli tafsīr dan Ḥadīṡ memperluas lagi pengertian Isrāiliyyāt ini sehingga mencakup pula cerita-cerita yang sengaja deselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsīr dan Ḥadīṡ, yang tidak dijumpai sama sekali dasarnya dalam sumber-sumber lama.[6] Definisi yang cukup komperehensif tentang Isrāiliyyāt, juga dikemukakan oleh Ahmad Khalīl, bahwa Isrāiliyyāt adalah kisah-kisah dan riwayat-riwayat yang berasal dari Ahli Kitab, baik yang ada hubungannya dengan ajaran agama mereka maupun tidak.[7]
Walaupun kata Isrāiliyyāt pada lahirnya merujuk pada riwayat yang bersumber pada kalangan Yahudi, namun demikian dalam realitas, peristilahan ahli tafsīr dan Ḥadīṡ mencakup juga riwayat yang bersumber dari kalangan Nasrani. Dominasi unsur Yahudi ini bisa jadi disebabkan karena sebagian besar mereka yang meriwayatkan kisah-kisah itu terdiri dari orang Yahudi yang memeluk Islam atau juga karena menonjolnya peranan mereka terhadap kaum Muslimin yang sudah sedemikian dekat semenjak permulaan Islam.[8]
ENDNOTE
[1] Khalāf
Muhammad Al-Husainī, Al-Yahūdiyyah bain Al-Masihiyyah wa Al-Islām
(Mesir: Al-Muassasah Al-'Ammah, 1964), h. 14.
[3] Husein Al-Ẑahabi, Al-Isrā'iliyāt fī Al-Tafsīr wa Al-Ḥadīṡ (Kairo: Majma'
Al-Buḥus Al-Islāmiyyah, 1971), h. 20.
[4] Mihjah Gālib Abdurrahman, Dirāsah Mauḍūiyyah wa Taṭbīqiyyah
fī Ad-Dakhīl(Kairo: Jamiah
Al-Azhar, 1998), h. 15.
[5] Ahmad Muhammad
Syakir, Umdah At-Tafsīr ‘an Al-Hafiz Ibnū Kasir (Mesir: Dār Al-Ma’ārif,
1956), jilid I, h. 138.
[6] Husein Al-Ẑahabi, Al-Isrā'iliyāt fī At-Tafsīr wa Al-Ḥadīṡ(Kairo: Majma' Al-Buḥus Al-Islāmiyyah,
1971), h. 20.
[8] Amin
Al-Khullī, Manāhij At-Tajdīd (Kairo: Dār Al-Ma’rifah, 1961), h. 277.
Posting Komentar