Infaq dan Sedekah kepada Kerabat

SQ Blog - Infaq dan Sedekah kepada Kerabat. Baginda Rasulullah SAW bersabda:

كَانَ أَبُو طَلْحَةَ أَكْثَرَ أَنْصَارِيٍّ بِالْمَدِينَةِ نَخْلاً ، وَكَانَ أَحَبَّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ بَيْرُحَاءٍ وَكَانَتْ مُسْتَقْبِلَةَ الْمَسْجِدِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَدْخُلُهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيهَا طَيِّبٍ فَلَمَّا أُنْزِلَتْ )لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ (قَامَ أَبُو طَلْحَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ) لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ( وَإِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِي إِلَيَّ بَيْرُحَاءٍ وَإِنَّهَا صَدَقَةٌ لِلَّهِ أَرْجُو بِرَّهَا وَذُخْرَهَا عِنْدَ اللهِ فَضَعْهَا يَا رَسُولَ اللهِ حَيْثُ أَرَاكَ اللَّهُ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : بَخْ ذَلِكَ مَالٌ رَايِحٌ ذَلِكَ مَالٌ رَايِحٌ وَقَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الأَقْرَبِينَ قَالَ أَبُو طَلْحَةَ أَفْعَلُ يَا رَسُولَ اللهِ فَقَسَمَهَا أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ. (رواه البخاري) 

Artinya: “Abu Thalhah adalah orang yang paling banyak hartanya dari kalangan Anshar di kota Madinah berupa kebun pohon kurma dan harta benda yang paling dicintainya adalah Bairuha’ (sumur yang ada di kebun itu) yang menghadap ke masjid dan Rasulullah Saw sering mamasuki kebun itu dan meminum airnya yang baik tersebut.

Anas berkata: Ketika turun firman Allah dalam surah al-'Imran ayat 92 yang artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai”. Abu Thalhah kemudian mendatangi Rasulullah Saw lalu berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah telah berfirman: “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai”.

Sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah Bairuha’ itu dan sekarang dia menjadi shadaqah di jalan Allah dan aku berharap kebaikannya dan sebagai simpanan pahala di sisi-Nya. Maka ambillah wahai Rasulullah sebagaimana petunjuk Allah kepada Tuan. Maka Rasulullah Saw bersabda: beruntunglah, itu adalah harta yang menguntungkan, itulah harta yang menguntungkan. Aku telah mendengar perkataanmu dan menurutku engkau harus membagikannya kepda kerabatmu. Abu Thalhah berkata: “Aku akan segera melaksanakannya wahai Rasulullah”. Lalu kebun itu dibagi-bagikan oleh Abu Thalhah kepada kerabat dan anak-anak pamannya”.[15] (H.R. Bukhari, No. 4554) 

Menurut Al-Munayyar, sisi penetapan hadis di atas dalam bab ini untuk menegaskan bahwa pahala sedekah sunnah kepada kaum kerabat tidak berkurang meskipun dengan tujuan mempererat hubungan kekeluargaan. Hal penting yang dapat dipahami dari hadis di atas terletak pada sabda nabi (أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الأَقْرَبِينَ) engkau harus membagikannya kepada kerabatmu. Dalam hadis disebutkan: 

الصدقة على المسكين صدقة و هي على القريب صدقتان : صدقة و صلة. (رواه ابن خزيمة) 

Artinya: “Bersedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah, sedangkan kepada kerabat ada dua: sedekah dan silaturahmi.[16] (H.R. Ibnu Khuzaimah, N0. 2067) 

Menurut Al-Ismaili, hadis di atas tidak dapat dijadikan dalil bolehnya memberikan zakat kepada kaum kerabat. Kecuali apa bila yang dimaksud adalah menetapkan dalil bahwa kaum kerabat yang tergolong penerima zakat lebih berhak mendapatkan zakat tersebut. Jadi, Al-Ismaili memandang bahwa hadis ini hanya menegaskan mendahulukan kerabat dalam memberikan sedekah sunnah, bukan zakat.[17] Terkait penyaluran zakat pada zaman sekarag, tentunya dibawah tanggung jawab amil zakat, baik pengumpulannya maupun penyalurkannya kepada masing-masing mustahiq.

Ibnu Rasyid berkata, “pandangan yang dipilih oleh imam Bukhari dapat disimpulkan dari hadis Abu Thalhah tentang pemahamannya terhadap ayat (لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ). Kata (تُنْفِقُوا) pada ayat ini mencakup sedekah wajib (zakat) ataupun sedekah sunnah. Dalam keterangan ayat di atas, Abu Thalhah telah mengamalkannya dengan memberikan sedekahnya kepada kaum kerabatnya. Langkah Abu Thalhah memilih kerabatnya karena sekaligus tergolong penerima zakat.[18] Dengan demikian, hal ini sejalan dengan tidak bertentangan dengan pernyataan Al-Ismaili sebelumnya. Hadis lain menyebutkan: 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ. (رواه البخاري) 

Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda: “sebaik-baik sedekah adalah yang ia sendiri berkecukupan. Maka mulailah memberikan sedekah kepada tanggungan-tanggunganmu.[19] (H.R. Bukhari, No. 5356) 

Maksud hadis ini adalah mendahulukan anak istri, orang-orang yang dalam tanggungan, membayar utang dan kebutuhan primer lainnya baru berbagi dengan yang lainnya. Itulah sebanya, sedekah dalam hal ini sering juga disebut infaq atau nafaqah. Seperti disebutkan dalam sebuah hadis: 

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ يَزِيدَ سَمِعَ أَبَا مَسْعُودٍ الْبَدْرِيَّ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : نَفَقَةُ الرَّجُلِ عَلَى أَهْلِهِ صَدَقَة. (رواه البخاري) 

Artinya: “Dari Abdullah bin Yazid, ia mendengar dari Abu Mas’ud al-Badri dari nabi Saw bersabda: “Nafaqah seorang kepada keluarganya adalah sedekah”.[20] (H.R. Al-Bukhari, No. 4006) 

Diriwayatkan bahwa Zainab, isteri Abdullah berkata: Aku pernah berada di masjid lalu aku melihat Nabi bersabda: “Bersedekahlah kalian walaupun dari perhiasan kalian”. Pada saat itu Zainab berinfaq untuk Abdullah dan anak-anak yatim di rumahnya. Zainab lalu berkata kepada Abdullah: “Tanyakanlah kepada Rasulullah, apakah aku akan mendapat pahala bila aku menginfaqkan shadaqah (zakat) ku kepadamu dan kepada anak-anak yatim dalam rumahku”. Maka Abdullah berkata: “Tanyakanlah sendiri kepada Rasulullah” Maka aku berangkat untuk menemui Nabi dan aku mendapatkan seorang wanita Anshar di depan pintu yang sedang menyampaikan keperluannya seperti keperluanku.

Kemudian Bilal lewat di hadapan kami maka kami berkata: “Tolong tanyakan kepada Nabi: “apakah aku akan mendapat pahala bila aku meninfaqkan shadaqah (zakat) ku kepada suamiku dan kepada anak-anak yatim yang aku tanggung dalam rumahku?”. Bilal masuk lalu menyampaikan pertanyaan tersebut kepda Rasulullah. Maka Beliau bersabda: “Ya benar, baginya dua pahala, yaitu pahala (menyambung) kekerabatan dan pahala zakatnya”.[21]

Riwayat di atas dijadikan dalil tentang bolehnya wanita memberikan zakat hartanya kepada suaminya. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, Al-Tzauri, sahabat Abu Hanifah, dan salah satu riwayat Imam Malik dan Ahmad. Bahkan sebagian ulama membolehkannya secara mutlak.[22] Ada perbedaan pendapat mengenai kondisi sebaliknya, yaitu suami memberikan zakatnya kepada istrinya.

Ibnu Mundzir mengatakan, “mereka telah sepakat bahwa laki-laki tidak boleh meberikan zakatnya kepada istrinya karena pemberian nafkah itu merupakan kewajibannya. Jika suami yang membayar zakat kepada istrinya maka seakan-akan zakat suami kembali kepadanya dan hakikatnya ia belum mengeluarkannya.[23] Adapun mazhab Hanafi dan Hanbali mengenai zakat istri terhadap suaminya bahwa hal yang demikian tidak boleh karena zakat akan kembali kepadanya saat suami meberikan nafkah kepada istrinya.

Sekian

Infaq dan sedekah kepada kerabat, sq blog

Labels:

Posting Komentar

[blogger][facebook]

SQ Blog

{picture#https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimSap9ccYY8FQp44yNvjVK6lRtOVpD-gpVKKWSk__oyc8ChkbooHIuh52uDXiZGchcOoPlIazgMEjOjQ5r0b-DftM48h8gDub2yWyKzDdH1VSYDrsmbf1qfYgl5hKaEuiAW8WAQeTmErDqcHjIm3C4GJKWRJv52o5uHAW10S2gOWj4o8nMsdahVxSo/s500/sq%20vlog%20official%20logo%20png%20full.png} SQ Blog - Wahana Ilmu dan Amal {facebook#https://web.facebook.com/quranhadisblog} {youtube#https://www.youtube.com/user/Zulhas1}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.