
SQ Blog - Mengenal hadis dhoif atau hadis lemah, pengertian, macam-macamnya, contoh, dan hukum mengamalkan hadis dhoif. Berikut uraiannya.
Definisi Hadis Dhoif
Dhoif berarti lemah atau lawan dari kuat. Hadis dhoif adalah hadis yang tidak memenuhi kualifikasi Hadis Shohih dan Hadis Hasan. Penyebab hadis dhoif dapat dibagi menjadi 2, yaitu ketersambungan sanad dan kredibilitas perawi.
Kedhoifan suatu hadis akan berbeda-beda, seperti halnya perbedaan pada tingkat keshohihan dalam sebuah hadis shohih.
Al-Baiquni dalam Mandzumatul Baiquniyyah mengatakan:وكل ما عن رتبة الحسن قصر # فهو الضعيف وهو اقسام كثر
Artinya, Setiap hadits yang kualitasnya lebih rendah dari hadits hasan adalah dhaif dan hadits dhaif memiliki banyak ragam.
Pembagian Hadis Dhoif
Pembagian hadis dhoif dapat dibaca pada postingan sebelumnya:
- Hadis Dhoif 1, Maudhu, Matruk, Munkar
- Hadis Dhoif 2, Mu'allal, Ma'lul, Mubham
- Hadis Dhoif 3, Maqlub, Mudththarib, Mushahhaf
Contoh Hadis Dhoif
Di antara contoh hadis dhoif sebagai berikut:
حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ وَبَهْزُ بْنُ أَسَدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا حَمَادُ بْنُ سَلَمَةِ عَنْ حَكِيمٍ الْأَثْرَمِ عَنْ أَبِي تَمِيمَةَ الهُجَيْمِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوْ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه االترمذي)
Imam Tirmidzi berkata setelah meriwayatkannya, kami tidak tahu hadits ini melainkan dari hadis hakim Al-Asrom dari Abi Taymiyyah Al-Hijmi dari Abi Hurairah.
Hukum Mengamalkan Hadis Dhoif
Nah sekarang kita akam kemukakan tiga pendapat dikalangan ulama mengenai hukum pengamalan hadis dhaif:
- Hadis dhoif tidak bisa diamalkan secara mutlak, baik mengenai fadha’il maupun ahkam. Ini diceritakan oleh Yahya ibnu Ma’in dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Araby. Tampaknya ini juga merupakan pendapat Imam Bukhari dan Imam Muslim serta Ibnu Hazm.
- Hadis dhoif bisa diamalkan secara mutlak menurut Abu Daud dan Imam Ahmad. Keduanya berpendapat bahwa hadis dhoif lebih kuat dari pada ra’yu perseorangan.
- Hadis dhoif bisa digunakan dalam masalah fadhailul amal, mawa’idz atau yang sejenis bila memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
- Kedhaifannya tidak terlalu sehingga tidak tercakup di dalamnya seorang pendusta atau tertuduh berdusta.
- Ruang lingkupnya bukan dalam ruang lingkup aqidah dan hukum syariat
- Mengamalkannya tidak menyakini bahwa ia berstatus kuat dan juga tetap dinaugi oleh dasar hukum Islam (ayat atau hadis) lainnya.
Analisa terakhir, M. Ajaj al-Khatib dalam kitabnya Ushul al-Hadis menyebutkan bahwa pendapat pertamalah yang yang paling selamat. Menurut beliau, banyak hadis-hadis Nabi yang shahih tentang fadhailul amal, targhib, dan tarhib yang sudah cukup agar kita tidak perlu meriwayatkan hadis-hadis dhoif mengenai masalah fadhail dan sejenisnya.
Untuk kesimpulan kami mengenai pengamalan hadis dhoif ini, tidak ada larangan bagi ahli ilmu. Adapun bagi yang awam, sebaiknya tidak mengamalkannya demi kehati-hatian.
Sumber: Ushul Hadis karya M. Ajaj Khotib, Dasar-dasar Ilmu Hadis karya Imam An-Nawawi, Manzhumah al-Baiquniyah
Posting Komentar