Ibadah puasa membina pribadi mulia dengan mengikis prasangka buruk

SQ Blog - As-Shaum (الصوم) atau As-Shiyam (الصيام) yang kita kenal dengan puasa, secara bahasa adalah Al-Imsak (الإمساك), yaitu menahan. Baik menahan lapar dan haus, menahan ucapan dan perbuatan yang keji dan mungkar, maupun menahan dari hal-hal lainnya yang membatalkannya.

Di antara hal penting yang patut diperhatikan, terkait ucapan dan perbuatan adalah berburuk sangka  atau berprasangka buruk saat sedang melaksanakan ibadah puasa. Oleh karenanya, puasa berburuk sangka, dalam artian menjauhkan diri dari segala prasangka buruk sangat dianjurkan di bulan suci ramadhan.

Puasa dalam artian menahan lapar, menahan haus dan dahaga, insyaAllah bisa, dan tidak lagi terlalu susah. Tetapi, pertanyaannya kemudian, sanggupkah kita berpuasa dari berburuk sangka? Sanggupkah kita berpuasa dari segala prasangka buruk? Sanggupkah kita berpuasa dari pikiran-pikiran negatif?

Dalam Islam, prasangka disebut Dzon (ظن), yaitu dugaan, anggapan, dan asumsi. Prasangka yang baik disebut husnudzon (حسن الظن), dan prasangka yang buruk disebut suudzon (سوء الظن)Suudzon menurut istilah menurut Ibnu Katsir adalah:

سوء الظن هو التهمة والتخون للأهل والأقارب والناس في غير محله.

Suudzon yaitu dugaan dan sangkaan kepada keluarga, kerabat, atau orang lain yang buka pada tempatnya.

Demikian juga menurut Ibnu Al-Qayyim:

سوء الظن هو امتلاء القلب بالظنون السيئة بالناس حتى يطفح على اللسان والجوارح.

Suudzon yaitu diliputinya hati dengan dugaan-dugaan buruk kepada orang lain hingga nampak dalam bentu lisan dan perbuatan.

Itulah buruk sangka, suatu tuduhan, anggapan dan asumsi kepada orang lain yang tidak memiliki dasar dan alasan yang belum tentu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya.


Seorang sahabat, Ibnu Abbas yang pernah didoakan nabi, Allahumma faqqihhu fiddin wa allimhu ta'wil (Ya Allah berilah ia kefaqihan dalan agama dan berilah ia pemahaman dalam tafsir). Ia berkata:

.الجبن والبخل والحرص غرائز سوء يجمعها كلها سوء الظن بالله عز وجل

Pengecut, pelit dan tamak adalah perangai buruk yang semuanya berasal dari prasangka buruk kepada Allah SWT.

Uraian 3 sifat buruk tersebut sebagaimana di bawah ini:

  • Pengecut (الجبن), mengapa seseorang pengecut, karena ia berburuk sangka kepada Allah. Ia tidak yakin dan percaya akan pertolongan Allah kepadanya dalam memperjuangkan kebaikan dan kebenaran. Bukankah Allah SWT telah menegaskan dalam surat Muhammad ayat 7:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ.

Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (Q.S. Muhammad: 7)

  • Bakhil (البخل), mengapa seorang bakhil, karena ia berburuk sangka terhadap janji Allah. Ia tidak mempercayai bahwa Allah akan menggantikan dan memberikan yang lebih baik atas harta yang ia nafkahkan dan keluarkan untuk kebaikan. Padahal Allah SWT telah mengingatkan dalam surat Saba' ayat 39: 

 وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ.

Suatu apa pun yang kamu infakkan pasti Dia akan menggantinya. Dialah sebaik-baik pemberi rezeki. (Q.S. Saba': 39)

  • Tamak (الحرص), mengapa seorang menjadi tamak, karena hakikatnya ia berburuk sangka kepada Allah. Ia tidak pernah merasa puas dan bersyukur atas anugerah yang Allah telah berikan. Ia lupa atas janji Allah SWT:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ.

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras. (Q.S. Ibrahim: 7)

Demikian sahabat Ibnu Abbas mengingatkan bahwa pengecut, bakhil dan tamak merupakan perangai buruk yang ketiga-tiganya bersumber dari suudzon kepada Allah. Oleh karenanya, setiap orang hendaknya berlindung kepada Allah untuk dijaukan dari segala prasangka buruk yang dapat melahirkan sikap-sikap tercela lainnya. Dalam sebuah doa, nabi SAW mengajarkan setiap pagi dan sore hendaknya membaca:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ، وَقَهْرِ الرِّجَالِ.

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari ketakutan dan kekikiran, aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan orang-orang. 

Tersirat dalam doa tersebut permohonan untuk dijauhkan dari sifat bakhil, tamak dan pengecut yang ketiga-tiganya berasal dari prasangka buruk kepada Allah. Sehubungan hal ini juga, Allah SWT menegaskan dalam surat Al-Hujurat ayat 12:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ.

Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa.

Ayat ini mengingat untuk menjauhi prasangka, karena kebanyakan prasangka dapat mengantarkan seseorang ke dalam perbuatan dosa dan maksiat. Ayat ini tidak memberikan batasan, sehingga yang dijauhi baik prasangka buruk kepada Allah, maupun prasangka kepada sesama yang tidak memiliki dasar dan alasan.


Di antara hikmah yang dapat dipetik dengan menjauhi kebanyakan prasangka, yaitu bahwa dalam ilmu psikologi ditemukan beberapa dampat negatif bagi kejiwaan seseorang yang selalu berburuk sangka. Seperti selalu dihinggapi rasa cemas, mudah marah, dan merasa tidak nyaman dengan situasi dan keadaan di sekitarnya. Keadaan tersebut dapat mengantarkan seseorang berfikir tidak jernih, sehingga dapat mengalami apa yang disebut Deadly Emotion, yaitu emosi yang dapat menjadi penyakit. Dan pada puncaknya dapat mengalami stress dan depresi.

Itu sebabnya, agama mengajarkan untuk senantiasa berfikir positif dan berprasangka baik. Sebagaimana disebutkan dalam hadis qudsi:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي

Nabi SAW bersabda, Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. (H.R. Al-Bukhari)

Maksudnya, seorang hamba yang senantiasa beprasangka baik, maka yang lahir adalah ucapan yang baik, perkataan yang baik, sehingga yang datang kepadanya juga adalah kebaikan-kebaikan.

Demikian kaitan erat antara puasa dan menjauhi prasangka buruk, bahwa puasa bukan sekedar menahan lapar dan haus, tetapi juga menjaga sikap, perbuatan, pikiran, dan hati dari segala prasangka buruk dan pikiran negatif agar dapat meraih takwa dan pahala di sisi Allah SWT.

Sebagai penutup, patut dikemukakan juga bahwa dalam beberapa kesempatan dan keadaan, agama membolehkan untuk berprasangka buruk sebagai bentuk kewaspadaan untuk menjaga diri, yaitu:

  1. Saat berada di tempat tidak aman atau berada di tempat umum yang ramai, kita harus berprasangka sebagai bentuk kewaspadaan untuk menjaga diri dari hal-hal mudarat yang tidak diinginkan.
  2. Saat memberi amanah, harus berprasangka sebagai bentuk kehati-hatian agar memberikan amanah kepada orang yang tepat.
  3. Saat belajar dan mengajar agama. Diperlukan prasangka sebagai kehati-hatian agar apa yang dipelajari dan disampaikan benar-benar sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Sekian

puasa, prasangka, husnudzon, suudzon, ibadah puasa, puasa ramadhan

Labels: , ,
This is the most recent post.
Posting Lama

Posting Komentar

[blogger][facebook]

SQ Blog

{picture#https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimSap9ccYY8FQp44yNvjVK6lRtOVpD-gpVKKWSk__oyc8ChkbooHIuh52uDXiZGchcOoPlIazgMEjOjQ5r0b-DftM48h8gDub2yWyKzDdH1VSYDrsmbf1qfYgl5hKaEuiAW8WAQeTmErDqcHjIm3C4GJKWRJv52o5uHAW10S2gOWj4o8nMsdahVxSo/s500/sq%20vlog%20official%20logo%20png%20full.png} SQ Blog - Wahana Ilmu dan Amal {facebook#https://web.facebook.com/quranhadisblog} {youtube#https://www.youtube.com/user/Zulhas1}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.